Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ariby

Mahasiswa Universitas Negeri Malang Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Kenalan dengan Semantik

Diperbarui: 3 Februari 2024   08:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dua cabang kajian linguistik yang secara khusus berkaitan dengan kata adalah etimologi, yang mengamati asal-usul kata, dan semantik, ilmu tentang makna atau arti kata. Meskipun etimologi telah menjadi disiplin ilmu yang mapan, semantik relatif baru dan pertama kali diperkenalkan oleh Michel Breal, seorang filolog Perancis pada tahun 1883. Kata "semantik" berasal dari bahasa Yunani "sema," yang berarti tanda atau lambang. Istilah ini kemudian diterima sebagai label untuk studi linguistik tentang tanda-tanda dan makna yang terkandung dalam bahasa.

Semantik, yang juga disebut sebagai "semantics" dalam bahasa Inggris, adalah cabang linguistik yang mendalami arti atau makna dalam suatu bahasa, kode, atau representasi lainnya. Secara umum, semantik dikaitkan dengan analisis makna dalam bahasa, menjadi salah satu dari tiga tataran analisis bahasa bersama dengan fonologi dan gramatika. Semantik mempertimbangkan hubungan antara tanda linguistik dan hal yang ditandainya, dan berkaitan erat dengan sintaksis dan pragmatik.

Istilah "semantic" sudah dikenal sejak abad ke-17, terutama dalam kelompok kata seperti "semantics philosophy." Pada tahun 1894, American Philological Association memperkenalkan istilah ini lebih lanjut dalam konteks fisiologi dengan judul "Reflected meanings a point in semantics." Secara keseluruhan, semantik merupakan bagian integral dari linguistik yang mempelajari makna bahasa dengan menggunakan terminologi yang berasal dari bahasa Yunani, menandai atau melambangkan.

Pragmatik, sebagai cabang ilmu bahasa, mengungkap hakikat bahasa berdasarkan pemahaman terhadap penggunaan bahasa dalam komunikasi. Hubungan pragmatik dengan semantik disebut semantisisme, melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik, pragmatisisme, melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik, dan komplementarisme, melihat keduanya saling melengkapi. Pragmatik dan semantik, sebagai dua bidang kajian dalam linguistik, membahas makna bahasa, dengan semantik fokus pada makna dalam bahasa, sementara pragmatik membahas makna di luar bahasa yang terikat pada unsur-unsur kebahasaan.

Filsafat, sebagai ilmu tentang pengetahuan, kearifan, realitas, dan kebenaran, memiliki hubungan dengan semantik dalam aktivitas berfilsafat yang memanfaatkan bahasa sebagai media berpikir dan menyampaikan hasil pemikiran. Filsafat bahasa melahirkan kesadaran terhadap lima kelemahan bahasa, termasuk kekaburan arti, pemaknagandaan, ketidakterangan, ketergantungan pada konteks, dan kebingungan. Kriteria logis diperlukan untuk menentukan apakah suatu ungkapan memiliki makna atau tidak, memperhatikan sifat kesamaran atau ketidakjelasan dalam bahasa.

Hubungan semantik dengan sastra terlihat dalam penggunaan bahasa sebagai media penyampai pesan sastra. Bahasa sastra, berbeda dengan bahasa ilmiah dan sehari-hari, bersifat idiosinkratik dengan kata-kata hasil kreasi penulis. Gaya bahasa yang tidak lazim, seperti bahasa metaforis dan alegoris, membuat karya sastra menarik dan terbuka untuk dimaknai.

Dalam konteks linguistik, semantik berkaitan dengan fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana. Tingkat fonologi dan fonemik tidak menjadi objek studi semantik, tetapi pada tingkat morfologi dan sintaksis, masalah semantik muncul. Pada tingkat fonemik, fonem-fonem bermakna disebut fonestem, misalnya bunyi (i) dalam kata detik, titik, dan jentik, serta bunyi (a) dalam kata detak, derak, dan kelap.

Antropologi, sebagai ilmu yang mengkaji manusia dan budayanya, memiliki keterkaitan dengan semantik. Analisis makna dalam bahasa memberikan wawasan tentang kehidupan budaya penuturnya. Contoh penggunaan kata yang berbeda di berbagai daerah mencerminkan perbedaan budaya dan pemahaman terhadap realitas.

Istilah "semantik" pertama kali muncul pada tahun 1984 melalui American Philological Association dalam artikel berjudul "Reflected Meanings: A Point in Semantics." Meskipun istilah ini sudah ada sejak abad ke-17, semantik sebagai subdisiplin linguistik baru muncul pada abad ke-19. Sejarah semantik dapat ditemukan dalam artikel "An Account of the Word Semantics" yang ditulis oleh Michel Breal pada tahun 1948. Dalam artikel "Le Lois Intellectuelles du Language," Breal mengenalkan istilah semantik sebagai bidang baru dalam bahasa Prancis, yang dikenal sebagai historical semantics, mempelajari perubahan makna melalui logika dan psikologi.

Pertengahan hingga akhir abad ke-20, semantik semakin mendapat perhatian dengan munculnya golongan linguistik transformasi. Golongan ini menekankan pentingnya makna dalam bahasa, sejajar dengan kajian terhadap struktur bahasa. Perkembangan semantik dapat dibagi menjadi tiga masa pertumbuhan:

  1. Masa Pertama (Underground Period): Dimulai dengan pernyataan Plato tentang bunyi bahasa yang mengandung makna tertentu. Aristoteles memperhalus konsep ini dengan membedakan makna leksikal dan gramatikal.
  2. Masa Kedua (Historical Semantics): Ditandai dengan munculnya karya klasik Breal pada tahun 1883 yang mengaitkan semantik dengan unsur di luar bahasa, membahas perubahan makna, logika, dan psikologi.
  3. Masa Ketiga: Ditandai dengan karya Gustaf Stern pada tahun 1931, yang secara empiris memandang semantik sebagai ilmu makna. Pandangan strukturalisme De Saussure juga memengaruhi pandangan semantik setelahnya.

Daftar Rujukan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline