Muhammad Ariby Zahron (220212620542) Offering F
Sastra muncul sebagai respons terhadap kebutuhan yang bersifat abstrak dan konseptual dari para penggemar dan pembaca, terutama dalam konteks kebutuhan emosional (perasaan) yang mendalam. Para penggemar sastra datang dari berbagai lapisan usia, dari tingkat kepekaan emosional, dan dari tingkat pemahaman intelektual---termasuk di antaranya adalah remaja. Namun, sayangnya di Indonesia, dunia sastra tampaknya sering mengabaikan (kelompok) pembaca remaja, terutama mereka yang berada di tingkat SMP dan SMA. Mereka sering kali diharuskan untuk membaca karya sastra yang dianggap klasik dan formal, yang mungkin tidak sesuai dengan realitas baik berupa karya sastra kakonik yang dalam tanda kutip bersifat "serius dan baku" sebab kestandarannya---yang mungkin bertolak belakangan dengan minat mereka yang lebih kontemporer.
Kurikulum baru seperti KBK, KTSP, dan Kurikulum 2013 sebenarnya memberikan peluang untuk memperkenalkan karya sastra yang lebih dekat dengan dunia remaja. Orientasi ini membuka pintu untuk menghadirkan sastra remaja sebagai bahan ajar yang penting. Selain itu, pembelajaran sastra berbasis sastra remaja dapat berperan dalam pendidikan karakter---yang saat ini menjadi fokus penting dalam pendidikan. Sastra remaja sering mencerminkan masalah dan nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan remaja, sehingga dapat membantu membentuk karakter mereka.
Genre sastra remaja, seperti dalam novel teenlit, sangat populer di kalangan remaja karena mereka dapat merelakan diri dalam cerita dan karakter yang menggambarkan realitas mereka. Mereka merasa bahwa cerita-cerita ini mencerminkan kehidupan, impian, dan permasalahan mereka sendiri. Oleh karena itu, penting untuk mengakui pentingnya sastra remaja dalam pembelajaran dan membukakan pintu bagi peserta didik untuk mengeksplorasi karya-karya yang sesuai dengan pengalaman dan minat mereka.
Pendidikan karakter melalui berbagai mata pelajaran mendapat dukungan luas dalam dunia pendidikan. Dukungan ini ditegaskan dengan nilai-nilai mutlak yang terdapat pada buku panduan pembelajaran karakter oleh Kemendiknas pada tahun 2010. Buku ini tidak hanya mengandung unsur pendidikan nilai sebanyak delapan belas butir, tetapi juga memberikan panduan tentang bagaimana mengimplementasikannya dalam berbagai mata pelajaran di sekolah menengah. Dalam melaksanakan pembelajaran nilai karakter, penentuan prioritas dan fokus pada nilai karakter tertentu bisa menjadi strategi yang lebih efektif. Misalnya, seorang guru dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat memilih untuk lebih menekankan atau memprioritaskan nilai-nilai karakter tertentu dalam pembelajarannya. Ini tidak berarti mengabaikan nilai-nilai karakter lainnya, tetapi akan lebih memudahkan pemantauan dan evaluasi efektivitas pembelajaran. Selain itu, pendekatan ini memungkinkan mata pelajaran lain untuk memfokuskan diri pada nilai karakter yang sesuai dengan karakteristik dan kontennya.
Pada umumnya guru-guru lebih memilih nilai-nilai karakter seperti religius, kejujuran, cinta tanah air, peduli lingkungan, dan tanggung jawab sebagai prioritas dalam pembelajaran sastra remaja, sesuai hasil penelitian yang telah diungkapkan dalam beberapa hipotesis sebelumnya. Ini adalah nilai-nilai yang dianggap mendesak dan penting dalam membentuk karakter siswa. Keputusan ini juga didasarkan pada kesesuaian nilai-nilai karakter tersebut dengan materi pembelajaran sastra remaja, sehingga pembelajaran dapat lebih efektif dan relevan.
Genre sastra yang dikenal di kalangan guru selama ini terbatas pada puisi, fiksi (cerita pendek dan novel), dan drama, terutama dalam konteks sastra dewasa yang sering digunakan dalam pembelajaran. Namun, di Indonesia, genre sastra anak dan remaja masih kurang dikenal oleh guru. Sebenarnya, genre ini lebih beragam dan mencakup realisme, fiksi formula, fantasi, sastra tradisional, puisi, buku informasi, biografi, dan komik. Sekolah biasanya memfokuskan pada genre sastra dewasa yang dianggap serius dan formal, tetapi genre sastra anak dan remaja memiliki daya tarik tersendiri. Di antara guru, cerita pendek, drama, dan puisi tetap menjadi pilihan utama untuk pengajaran sastra remaja karena sudah akrab dalam pembelajaran. Namun, sebagian guru belum berani memasukkan genre lain seperti biografi, komik, dan buku informasi ke dalam bahan ajar sastra remaja. Padahal, genre-genre ini juga memiliki nilai dan daya tariknya sendiri, terutama bagi remaja. Biografi mengangkat tokoh-tokoh penting, buku informasi memberikan pengetahuan, dan komik bisa menjadi alat pembelajaran yang menarik.
Pengembangan bahan ajar sastra remaja seharusnya memasukkan berbagai genre sastra anak dan remaja ini. Genre ini memiliki nilai-nilai pendidikan dan keilmuan yang penting untuk peserta didik. Dengan memanfaatkan keragaman genre sastra ini, harapan optimal dalam angan-angan kita semua adalah pembelajaran sastra remaja dapat menjadi lebih menarik dan relevan bagi remaja masa kini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H