Kaligrafi kontemporer merupakan jenis kaligrafi yang hampir mirip dengan komponen-komponen dekorasi yang selalu mengikuti perkembangan zaman, akan tetapi tidak terikat oleh aturan zaman dulu. Seni kontemporer ini dalam bidang seni rupa mencerminkan situasi waktu yang sedang dilalui atau melawan tradisi modernisme Barat. Kaligrafi kontemporer lebih bebas dan mengikuti perkembangan zaman, dengan ciri-ciri abstrak, gaya kekinian, dan sering menyesuaikan dengan kondisi alam, benda, atau makhluk hidup. Kaligrafi kontemporer adalah salah satu cabang seni kaligrafi yang terpengaruh dampak modernisasi dan menjadi tempat berkarya bagi seniman lokal.
Awal mula gagasan Kaligrafi Kontemporer masuk ke dalam Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) dimulai dari obrolan pengasuh Lembaga Kaligrafi, Didin Sirojudin dan Syaiful Adnan pada akhir tahun 1980an, saat mereka menunggu pembukaan Pameran Lukisan Islami di Gedung Planetarium TIM Jakarta. Syaiful Adnan menyampaikan usulnya untuk memperjuangkan kaligrafi lukis ke dalam MTQ, agar para pelukis bisa ikut serta dalam MTQ tersebut. Pada saat itu, istilah "kaligrafi kontemporer" belum digunakan dan yang lebih banyak dikenal adalah istilah "kaligrafi lukis" atau "lukisan kaligrafi Islami".
Pada tahun 1980 terjadi "peperangan" antara para khattat (kaligrafer) tradisional dengan pelukis kaligrafi, dimana para khattat menuduh para pelukis telah "merusak tulisan". Namun, Didin Sirojuddin, yang pada saat itu merupakan seorang khattat murni tradisional, justru lebih senang membela para pelukis dan bahkan mengajak para khattat untuk belajar dari para pelukis.
Tiga tahun setelah pertemuan dengan Syaiful Adnan, yakni pada saat MTQ Nasional XVI/1991 di Yogyakarta, Didin Sirojuddin mulai aktif membicarakan tentang kaligrafi kontemporer dengan teman-temannya. Meskipun ada yang menolak bahkan mengecam gagasan tersebut, Didin Sirojuddin tetap maju terus dan memperjuangkan gagasan tersebut selama 20 tahun. Akhirnya, pada MTQ Nasional XXV/2014 di Batam, kaligrafi kontemporer diterima untuk dilombakan. Pada akhirnya ditemukan 5 konsep gaya kaligrafi kontemporer menurut Prof. Ismail R Al-Faruqi. Gaya-gaya tersebut meliputi kontemporer tradisional, kontemporer figural, kontemporer ekspresionis, kontemporer simbolis, dan kontemporer abstrak.
Kaligrafi kontemporer sebagai seni kaligrafi aksara Arab yang lebih diunggulkan dan kemudian dijadikan sebagai ekspresi individu oleh seniman Muslim untuk mengungkapkan nilai-nilai religius Islam melalui senilukis. Berbeda dengan kaligrafi untuk naskah, mushaf, atau dekorasi. Kaligrafi kontemporer tentunya menawarkan/memberikan kebebasan dalam berkreasi. Munculnya kaligrafi kontemporer adalah upaya para pelukis Muslim untuk mengekspresikan nilai-nilai religius dalam senilukis dan menciptakan seni yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Muslim. Kaum seniman Muslim memilih untuk menciptakan karya seni Islam sebagai pilihan berkreasi mereka.
Corak kaligrafi yang berkembang dalam masyarakat Muslim tidak terlepas dari karakter aksara Arab yang luwes dalam pembentukan bentuk. Unsur garis aksara Arab dapat diubah dengan berbagai variasi, memudahkan seniman dalam berkreasi seni dan menciptakan kaligrafi. Kaligrafi kontemporer telah memberikan kontribusi yang memperkaya nilai-nilai estetika dalam dunia seni rupa/ seni lukis. Kaligrafi Islam yang diciptakan oleh para seniman Muslim dari berbagai bangsa di seluruh dunia berkembang pesat dan menjadi corak seni kaligrafi yang paling banyak berkembang dibandingkan dengan seni kaligrafi dari Tiongkok, Korea, Jepang, dan Jawa.
Corak kaligrafi kontemporer terdiri dari empat jenis yaitu corak geometris, linier, biomorfis, dan ekspresi. Setiap corak memiliki keindahan dan fungsi yang berbeda. Lukisan kaligrafi dapat digunakan sebagai hiasan ruangan, media dakwah, sarana edukasi, dan memiliki nilai ekonomi. Maka sebab itu, pemilihan jenis kaligrafi dalam Musabaqoh Khathil Quran cenderung menggunakan kaligrafi kontemporer dengan alasan kaligrafi kontemporer terlampaui dalam hal estetika yang melebihi kaligrafi naskah, mushaf, dan dekorasi yang sekadar mengutamakan seni. Dalam kaligrafi kontemporer, sebuah karya dapat bernilai, berharga, dan menjadi ladang ekonomi oleh para senimannya. Tak heran, jika peminat dan penggemar kaligrafi akan lebih dulu tertarik pada kaligrafi kontemporer sebab kepopulerannya dalam menjangkau eksplorasi pada masyarakat luas.
Seniman kaligrafi kontemporer harus memiliki dua keahlian utama yaitu menulis aksara Arab dan memahami kaidah keindahan seni rupa. Pendekatan dalam pendidikan atau pelatihan kaligrafi/khat seharusnya tidak hanya menghasilkan juara kaligrafi dalam setiap lomba/kompetisi, tetapi juga mendorong terciptanya kreasi seniman kaligrafi yang kemudian dapat menjadi profesi terpandang dan menghasilkan berbagai karya seni kaligrafi yang indah serta memperindah dunia seni rupa/seni lukis.
Sumber Bacaan: AR, D. S. (2020, November 28). Kisah Kaligrafi Kontemporer Masuk MTQ. Retrieved from NU online: https://www.nu.or.id/opini/kisah-kaligrafi-kontemporer-masuk-mtq-0abtE
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H