Aku menatap kesal pada gawai yang tiada berbunyi. Tak kunjung jua ada sapaan. Apa kau tak tahu aku menanti kabar darimu?
Tanya pada diri mengapa aku tak memulai saja terlebih dahulu menyapa. Sangat ingin tapi ada enggan. Bukankah kau bilang terlalu banyak hal yang sedang dikerjakan?
Mengapa sepimu menyakiti hati in? Mengapa ketiadaan sapamu mengguncangkan batin? Dan mengapa segala rasa ini tak kunjung berakhir?
Aku mencoba menghitung waktu mundur saat kau mulai menyapaku. Tepat sudah satu tahun berlalu. Dan menyisakan luka tertanam penuh memar di hati kini.
Aku tak bisa menghentikan segala aliran rasa yang tak jua kunjung menghilang.
Menyesal? Untuk apa? Tak ada guna, bukan?
Senyum itu terus terlukis di sanubari. Sapa ramah terus terajut manis dalam memori. Semua sungguh telah menjadi bagian dari kenangan yang tak ingin terkenang lagi.
Bagaimana ini, aku sungguh masih tak bisa melupakan senyum itu. Seberapapun usaha dan daya melupakanmu, aku tak mampu. Apakah kau tahu itu?
Dalam renung akan senyum yang menghilang.
....