Saat kata-kata terlemparkan pedas menyakiti hati hingga terluka
Bening di pelupuk mata mengalir deras sehingga terkadang lupa cara berhentinya
Terus saja berlangsung tahun demi tahun bagaikan sebuah pusaran emosi lara
Namun hati menjadi terasa berat mengikuti alurnya
Karena ternyata tiada berubah lagi si penebar bahasa kasar
Membuat nurani memilih menahan agar bulir bening itu tak berjatuhan lagi
Kini apapun terkatakan yang menyakitkan batin
Sudah berhasil ditepikan oleh gelombang kepedihan yang terbendung
Tiada lagi mau turun dari tempatnya bernaung
Di sudut pelupuk mata tak lagi menggantung
Kini bulir air mata menjadi jarang turun
Apapun rasa pedih yang melanda tak lagi dirasa
Seperti membiarkan batin menjadi kebal pada luka
Sehingga nurani tak lagi mengagungkan lara
Kini menjadi seolah ada keangkuhan airmata
Yang tak mau lagi menunjukkan keberadaannya
Jika kemudian ditanyakan padaku
Mengapa tiada lagi pernah menangis seperti masa-masa itu
Apa bisa kuberikan jawaban sendu bagi kalbu
Hanya kubilang airmataku terlanjur menjadi angkuh pada nyatanya pedih
..
Written by Ari Budiyanti
27 Januari 2020
#PuisiHatiAriBudiyanti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H