"Jadi, hari ini kau bawa buku itu?" Riri terdiam mendapat tanya dari Gilang. Melihat respon Riri, Gilang langsung tahu kalau sahabatnya lupa lagi membawa buku yang dia pinjam. "Ri, kenapa kamu lupa lagi?" Hanya ada anggukan dengan wajah penuh penyesalan yang bisa Gilang dapati, tanpa suara. Gilang berdiri dari tempat duduknya. Disimpannya semua kesal dalam hatinya. Bukan sekali, dua kali atau tiga kali sudah lupa, tapi berulangkali terulang lagi. Lupa bawa buku pesanan Gilang, ini ketiga kalinya. Lupa dengan lain-lain, entah sudah berapa kali. Kali ini Gilang sudah lelah memarahi temannya. Karena seberapapun dia mengomel, maka Riri tetap akan lupa lagi.
"Gilang, ... Maaf" kata Riri lirih pada Gilang. Gilang tak menyahut, dia hanya melangkah pergi meninggalkan sahabatnya yang masih terpenjara rasa bersalah.
Gilang begitu heran dengan perubahan karakter Riri yang sekarang jadi super pelupa. Ada apakah gerangan? Usia Riri juga belum sampai dengan angka depan 4. Tapi pelupanya membuat Gilang lama-lama tak kuasa menahan amarah.
Sementara itu Riri di rumah segera mengambil buku yang Gilang pesankan dan memasukkannya ke dalam tas kerjanya. Ini bukan pertama kali dia lakukan. Malangnya kadang pas hari H ketemu Gilang mendadak dia lupa ganti tas lainnya. Jadi otomatis bukunya pun jadi tidak terbawa.
Esok harinya Riri dengan senyum penuh semangat membawa buku pesanan Gilang. Dia menunggu Gilang di cafe yang sudah ditentukan seperti biasa. Sore hari sepulang kerja. Semoga dengan ini Gilang tak marah lagi.
Satu jam berlalu dari waktu yang dijanjikan namun Gilang belum juga nampak. Ada cemas di hati Riri. Tak biasanya begitu. Gilang selalu on time.
Riri mengangkat HPnya tepat saat dia sedang resah. Gilang menelepon. "Ri, maaf mendadak aku lembur di kantor. Aku sampai lupa kalau janjian bertemu denganmu. Ini pekerjaan masih belum selesai. Paling beberapa jam lagi. Kita ketemu lain waktu ya. Maaf" Gilang mematikan telponnya setelah mendapat jawaban Riri dengan singkat "Oke"
Ah, padahal di hati Riri sama sekali tidak oke. Tapi mau bagaimana. Tak mungkinlah dia pergi ke kqntor Gilang hanya untuk mengantar buku. Kantornya cukup jauh dan berbeda arah dengan rumah Riri.
Setelah membayar semua tagihan makanan, pulanglah Riri dengan langkah lesu. "Gilang, Gilang, giliran aku ingat bawa buku, kamunya ga bisa datang" gerutu Riri sambil melangkah pelan menuju halte bus.
Dalam perjalanan pulang Riri merenung di bus. Kapan ya bisa ketemu lagi dengan Gilang. Minggu ini akan sangat sibuk dengan berbagai pekerjaan di kantor. Beberapa rangkaian seminar akan digelar oleh kantor. Riri harus membantu persiapannya. Kadang juga harus pergi ke luar kota sampai sore untuk mempersiapan seminar di kota lain. Lelah badan ini. Aneka tugas yang menumpuk membuat Riri jadi sering lupa hal-hal lain yang tidak berkaotan dengan pekerjaan. Termasuk membawa buku pesanan Gilang.
Pernah sih terpikir mau mengirim buku melalui ojek online yang sedang marak ini. Namun Gilang menolak menerima buku yang dikirim melalui ojek. Riri juga heran. Alasannya, Gilang bilang dia tidak selalu berada di tempat. Jadi Gilang maunya ketemu dengan Riri. Tapi, pertemuan terakhir kemaren sudah membuat amarah Gilang meluap karena Riri lupa lagi untuk kesekian kalinya.