Lihat ke Halaman Asli

Ari Budiyanti

TERVERIFIKASI

Lehrerin

Berkebun Menjadi Pilihan Saya dalam Upaya Menjaga Kualitas Udara

Diperbarui: 5 Agustus 2019   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Purwokerto di kaki gunung Slamet. Photo by Ari

"Udara cerah, berlangit biru
Ingin aku bersenang-senang bersamamu
Bernyanyi-nyanyi dan menari
Di alam bebas dan segar seperti ini"

Sepenggal lagu anak-anak di atas adakah yang pernah dengar? Lagu ini penuh kenangan untuk saya dan murid-murid yang pernah belajar bersama saya. Waktu itu saya masih mengajar di kota Pamulang. Sekolah tempat saya mengajar, mendapat jadwal tampil di TV. Nama stasiun TVnya adalah DAAI TV. 

Mengajari anak-anak hapal teks lagunya lebih mudah. Tapi ada tantangan tersendiri saat menyeimbangkan dengan gerakan menari sederhana. Kenangan manis bersama mereka.

Mari kita bernyanyi sejenak lagu ini. Bagi yang belum tahu lagunya, bisa simak di link berikut ya 


Lagu yang berjudul "Hati Gembira" diciptakan oleh bapak AT Mahmud ini menjadi penuh kenangan bagi saya. Setiap kali mendengar lagu ini, saya teringat murid-murid kecil saya di Pamulang. Bukan hanya itu, kenangan saat mengajari mereka gerakan menari-nari dan bernyanyi, mirip dengan gerakan anak di video you tube di atas.

Perhatikan bagian bait keduanya.

"Tralalalala Hati Sukacita
Tralalalala Hati Gembira
Tralalala Hati Sukacita
Tralalala Hati Gembira"

Betapa indahnya dunia anak-anak yang diliputi udara segar. Mereka bebas bernyayi dengan sukacita, menari dengan gembira. Kegirangan yang tiada terkira saat bertemu alam yang masih ramah pada mereka. 

Kenyataannya saat ini membuat miris, terutama bagi anak-anak yang tinggal di kota besar. Apakah udara cerah berlangit biru itu masih ada? Ataukah udara menjadi mendung kelabu tertutup asap kendaraan bermotor? Warna biru langit memudar menjadi kelabu? Lalu bagaimana mereka akan menghayati lagu ini? Perlukan pergi ke desa saja yang masih bisa menikmati alam? 

Jakarta. Dokumen Pribadi. Photo by Ari

Saya masih ingat saat tinggal sekitar 1 tahun di Pamulang. Udara kotornya membuat saya sampai sakit. Pencemaran udara saat itu benar-benar melampaui batas kesehatan saya.

Batuk-batuk karena polusi udara itu sudah sering menyapa. Meski di pinggiran bagian dalam kota Pamulang masih ada juga banyak perkebunan anggrek sebagai penyeimbang, pemberi sumbangsih udara segar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline