Pagi itu saya seperti biasanya ke Jakarta. Saya pergi ke Menara Standard Chartered untuk suatu keperluan. Tidak diduga, semua berlangsung cepat. Belum jam makan siang, saya sudah selesai urusan di sana. Sementara saya janjian bertemu adik saya, sekitar jam 3 sore. Masih cukup lama.
Saya biasa menghabiskan waktu berkeliling di Plaza Semanggi sambil menunggu adik saya. Gramedia adalah tempat yang selalu saya kunjungi di sana untuk mencari diskonan buku. Deretan tempat memajang buku puisi biasanya tempat paling lama untuk saya perkir berdiri menilik isi buku. Baca-baca gratis. Tapi khusus hari itu, kepala saya sedikit pusing, pun ditambah mengantuk. Lalu ditambah lagi bawaan saya cukup berat.
Akhirnya saya putuskan hanya duduk-duduk saja di food court Plaza Semanggi di lantai 3A. Saya memesan secangkir kopi untuk menghilangkan rasa kantuk saya sembari menunggu adik. Tapi rasa pusing di kepala saya mulai mengganggu, sementara waktu tunggu masih lama.
Saya pun segera mengeluarkan buku bacaan yang selalu parkir 1 di dalam tas. Sudah jadi kebiasaan saya, membawa buku di dalam tas kemanapun saya pergi. Tak lupa juga bolpoin saya ambil dari tas.
Mulai menikmati secangkir kopi hitam encer sambil mulai membaca isi buku. Bagian-bagian yang saya rasa suka dan penting saya garis bawahi. Saya menikmati bacaan waktu itu sampai tidak terasa pusing di kepala saya menghilang sedikit demi sedikit. Rasa kantuk saya juga terusir oleh secangkir kopi hitam yang encer itu.
Waktu menunggu jadi tidak berasa terbuang sia-sia karena ada buku bacaan yang bisa menemani. Sekeliling saya, banyak juga yang baca-baca. Tapi bukan baca buku seperti saya. Mereka banyak baca dari gawai mereka. Iya karena itu food court, pemandangan paling banyak tentu saja orang sedang makan. Pun para penjual makanan yang sedang tidak ada pembeli, banyak yang baca-baca dari gawai mereka. Entah apa yang mereka baca.
Banyak orang sudah beralih ke e-book yang dengan mudah dibawa ke mana-mana dalam gawai mereka. Tapi saya pribadi masih lebih menyukai buku yang terdiri dari lembaran-lembaran kertas. Tidak masalah, bentuk buku yang dibaca. Bisa e-book juga bisa buku dari lembaran kertas. Yang terpenting budaya membaca jangan sampai ditinggalkan.
Pernah juga saya baca buku sambil berdiri bersandar di dalam bus Trans Jakarta karena saya tidak kebagian tempat duduk. Dari pada mengeluh karena lelah berdiri, saya gunakan kesempatan itu untuk baca buku. Saya pilih buku yang kecil yang saya sukai dan tema ringan .
Sedikit cerita dari saya tentang pengalaman membaca buku yang bisa mengusir rasa pusing pada suatu siang di Jakarta. Bagaimana dengan Anda, sudahkah membaca buku hari ini?
..
Salam Literasi