Kita yang pernah merasakan pendidikan formal, sekurangnya sekolah dasar, pasti pernah diminta oleh guru kita untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di dalam percakapan. Ada juga yang lebih realistis berkata sekurangnya kita berbahasa yang baik dalam forum formal. Tidak mengapa, asal masih dalam batasan bahasa yang sopan, berbicara yang tidak sesuai benardengan kaidah dalam percakapan sehari-hari. Alasannya jelas, bahasa itu identitas bangsa. Indikator bangsa yang baik tentu saja salah satunya dilihat dari penggunaan bahasa warganya.
Lalu masalah timbul, pernyataan tadi ternyata memunculkan banyak orang-orang yang terlampau kreatif memberikan penafsiran. Beberapa orang menjadi amat sensitif untuk penyimpangan kaidah yang sebenarnya minor (dan baik-baik saja bila diabaikan). Contohnya, ada orang yang tidak sepakat dengan penggunaan kata busway sebagai armada bus yang diluncurkan Pemda DKI lima tahun silam. Mereka berkata, "Apakah ada orang-orang yang mengucapkan, 'saya akan pergi ke Kuningan naik jalur bus'? Tidak ada kan?" Mereka menganggap bahwa arti dari busway ya terjemahannya, yaitu jalur bus tadi.
Contoh lainnya adalah tentang telepon genggam, atau dalam bahasa Inggris disebut handphone. Seperti yang kita tahu, demi kepraktisan, handphone acapkali disingkat sebagai HP. Pengucapan kata HP (hapé) itu dinilai kurang tepat bagi beberapa orang, karena singkatan HP itu datang dari handphone, yang berasal dari bahasa Inggris. Menurut mereka, kalaulah kita ingin menggunakan HP sebagai singkatan, kita harus mengucapkannya sebagai "eitc-pi", layaknya dalam bahasa Inggris. Atau bila ingin ringkas, gunakan saja singkatan ponsel (telepon seluler) sekalian yang berbahasa Indonesia, biar tidak salah kaprah.
Namun apakah harus benar-benar sedemikian rumit dalam berbahasa? Saya rasa tidak. Saya setuju benar dengan pandangan-pandangan bahwa berbahasa baik itu penting, namun bukankah fungsi utama bahasa itu untuk menyampaikan pesan? Terlebih dalam menyampaikan pesan kita perlu menimbang beberapa aspek, salah satunya adalah aspek kesederhanaan, karena tentu saja kita lebih menyenangi perkataan yang sederhana dan tidak berbelit-belit.
Jadi haruskah kita menggunakan kata-kata yang tidak biasa didengar, jarang digunakan, bahkan relatif rumit demi menaati kaidah bila pesannya tetap dapat tersampaikan dengan kata-kata yang lebih sederhana (meski sedikit tak sesuai dengan kaidah)? Haruskah kita menggantikan kata busway dengan bus transjakarta, yang kurang sederhana dan kurang lazim didengar? Atau bersulit-sulit mengucapkan HP sebagai eitc-pi? Saya rasa tidak. Bahkan penggunaan kata busway dan pengucapan hape belum tentu benar-benar salah. Apakah busway yang dimaksud adalah terjemahan langsungnya (jalur bus)? Atau apakah pengucapan kata asing dengan bunyi yang lebih lazim bagi kita itu melanggar kaidah? Saya punya dua contoh terkait dua pertanyaan terakhir ini.
Apa kalian tahu darimana asal kata tol dalam frasa "jalan tol"? Saya memang belum menemukan sumber resmi terkait hal ini, namun saya menduga itu diambil dari bahasa Inggris. Di luar negeri (khususnya yang menggunakan bahasa Inggris), biasanya terdapat suatu pos di pintu masuk sebuah fasilitas umum, entah itu di jembatan penyebrangan, lahan parkir, termasuk juga di jalan bebas hambatan. Nah, pos itulah yang dinamakan toll gate, atau dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti gerbang bea (tempat meminta pembayaran atas fasilitas yang akan digunakan). Saya menduga karena dalam jalan bebas hambatan di Indonesia juga terdapat toll gate, beberapa orang menerjemahkan itu sebagai gerbang tol. Lalu karena gerbang tol itu seperti 'pintu masuk' untuk jalan bebas hambatan, jadilah mereka menamakan jalan itu sebagai jalan tol. Saya akui itu masih sebatas dugaan, namun kalaulah teori saya ini memang benar, apakah orang-orang akan menganggap penggunaan kata jalan tol (yang artinya kurang lebih adalah jalan bea) sebagai sesuatu yang kurang tepat? Saya kira tidak demikian, karena tol di sini digunakan sebagai istilah baru, bukan terjemahan langsungnya, begitu juga dengan busway.
Atau apakah kita harus mengucapkan bus sebagai 'bas' dan efektif sebagai 'ivektif'? Apakah kata-kata yang berasal dari bahasa Inggris lainnya selalu diucapkan sesuai dengan pelafalan aslinya? Dua contoh yang saya sebutkan sudah cukup menjadi bukti tak langsung bahwa tidak selalu kata dari bahasa Inggris diucapkan dengan lafal aslinya.
Berlebihan, dalam apapun konteksnya, itu tidak baik, termasuk dalam berbahasa. Tak perlulah kita mengoreksi hal-hal yang terlalu mendetil dalam berbahasa secara berlebihan, karena sekali lagi, esensi bahasa itu adalah tersampaikannya pesan dengan cara yang sesederhana mungkin.
Wisnu Aribowo, yang juga masih belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H