Lihat ke Halaman Asli

Ariasdi

Dunia Pendidikan

Mutu Guru dalam Lingkaran Kurikulum Merdeka

Diperbarui: 19 Maret 2022   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto koleksi pribadi

Obviously, teaching in the 21st century is an altogether different phenomenon; never before could learning be happening the way it is now---everywhere, all the time, on any possible topic, supporting any possible learning style or preference (Palmer, 2015).

Guru Menjadi Penentu Suksesnya Pembelajaran

Pengaruh dari berbagai faktor seperti pandemi virus, mengakibatkan peran dan fungsi sekolah mulai mengalami perubahan. Demikian juga dengan guru. Guru diminta agar meningkatkan layanan pembelajaran di kelas nyata maupun kelas maya dengan karakterstik murid yang semakin multikultural. Lebih menekankan pengintegrasian potensi murid dengan kebutuhan belajarnya yang khas. Mampu memanfaatkan efektivitas teknologi komunikasi dalam mengajar. Melakukan evaluasi dan akuntabilitas asesmen sebelum merancang kerangka pembelajaran, serta lebih banyak melibatkan orang tua di sekolah. Fenomena tersebut berdampak kepada pentingnya guru meningkatkan potensi diri jika ingin tetap nyaman dalam menjalani profesinya.

Kemampuan mengajar sering dianggap sebagai faktor bakat yang dibawa sejak lahir. Mayoritas paradigma menyatakan bahwa keguyuban guru dengan murid-muridnya sebagai indikator kecerdasan dalam kemampuan mengajar. Tidak sepenuhnya salah, jika itu dianggap sebagai sebuah pendekatan komunikasi efektif.

Sikap individu guru seperti di atas biasanya mendapat label 'Guru yang Baik' di mata siswa. Predikat yang membawa guru ke zona nyamannya. Sikap tersebut cenderung dipertahankan dari generasi ke generasi hingga menjadi mitos.

University of Texas Arlington (2020) mengemukakan bahwa ungkapan 'Guru yang Baik' bisa menyesatkan dan menjebak individu guru itu sendiri untuk mengembangkan potensi dirinya. Sulit menerima perubahan kebijakan maupun beradaptasi dengan modernisasi.

Di beberapa negara yang menonjol bidang pendidikannya seperti Finlandia dan Singapura, rekrutmen guru dilakukan melalui proses seleksi yang ketat. Kandidat selanjutnya ditempa dengan program pelatihan kompetensi tingkat tinggi dalam bidang komunikasi, literasi, numerasi serta bekal motivasi dalam mengajar. Setelah terpilih, calon guru akan menerima pelatihan yang lebih ketat dalam bidang metode didaktik yang efektif, kapan dan bagaimana menggunakannya. Artinya; hanya guru yang memegang standarisasi tinggi yang boleh membimbing siswa secara intesif dengan menerapkan pengalaman belajar serta induksinya di dalam kelas.

Kurikulum Merdeka Menunggu Guru Kreatif

Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemdikbudristek (2021) menyimpulkan bahwa Pandemi Covid yang melanda Indonesia, mengakibatkan krisis belajar. Krisis ini ditandai oleh rendahnya hasil belajar peserta didik, bahkan dalam hal yang mendasar seperti literasi membaca.

Krisis belajar juga ditandai oleh ketimpangan kualitas belajar yang lebar antar wilayah dan antar kelompok sosial-ekonomi. Oleh karena itu diperlukan kurikulum yang: (1) Sederhana, mudah dipahami dan diimplementasikan; (2) Fokus pada kompetensi dan karakter semua peserta didik; (3) Fleksibel; (4) Selaras; (5) Bergotong royong; dan (6) Memperhatikan hasil kajian dan umpan balik. Menjawab semua itu, Kemendikbud mulai tahun 2022 meluncurkan Kurikulum Merdeka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline