Mutu pendidikan selayaknya ditingkatkan secara periodik berdasarkan beragam analisis. Menyikapi hal tersebut, Kemendikbudristek telah meluncurkan Kurikulum Merdeka dan akan diberlakukan secara bertahap pada tahun ajaran 2022/2023 mulai dari jenjang TK hingga SLTA pada sekolah yang dinyatakan siap. Sebelumnya, Kurikulum Merdeka sudah diuji coba dan dianalisis sebagai Kurikulum Prototipe pada 2.500 Sekolah Penggerak.
Sebagai sebuah keterampilan dalam mengaplikasikannya, guru perlu penyesuaian dan semangat belajar agar terampil menggunakan kurikulum tersebut. Beradaptasi dengan sesuatu yang baru bukanlah hal mudah bagi beberapa orang guru. Diperlukan fase awal dari dimensi sikap, yakni ‘keberterimaan’.
Menurut Mendikbudristek Nadiem Makarim, Esensi dari Kurikulum Merdeka adalah merdeka belajar. Dalam hal ini, guru perlu mendapatkan data yang komprehensif dari setiap siswanya sebelum merancang dan melaksanakan proses pembelajaran. Guru perlu menumbuhkembangkan potensi yang terdapat dalam diri siswanya agar pembelajaran berlangsung dalam suasana menyenangkan (wellbeing).
Pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka berjalan integratif dalam membangun pemahaman siswa terhadap satu ide besar (konsep). Tahap perencanaan pembelajaran guru dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum melihat Tujuan Pembelajaran dan merancang sebuah ide besar (konsep) yang menjadi tujuan akhir proses pembelajaran. Inilah yang perlu diperlajari guru, bagaimana memahami konsep merdeka belajar hingga mampu diaplikasikan guna melayani siswa yang notabene memiliki aneka kegemaran dan gaya belajarnya.
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada prinsipnya merupakan sebuah proses komunikasi. Lasswell menyatakan bahwa terdapat lima unsur dalam berkomunikasi, di mana satu dengan lainnya saling berkaitan; sumber (communicator), pesan (message), media (medium), penerima pesan (audience) dan efek (effect). Sumber di sini adalah 'guru', sedangkan penerima pesan sebagai 'siswa'. Masing masing memiliki karakteristik.
Prinsip pembelajaran sepanjang hayat mewajibkan setiap orang mengembangkan dirinya supaya sikap, pengetahuan dan keterampilannya relevan dengan perkembangan zaman. Demikian juga dengan guru yang digolongkan sebagai 'orang dewasa'. Secara psikologis, tentu saja berbeda antara cara orang dewasa belajar dibandingkan dengan anak-anak.
Sering kita temukan di tempat pelatihan, kediklatan, bimbingan-bimbingan teknis lainnya, peserta yang terdiri dari orang-orang dewasa merasa cepat jenuh dengan penyajian materi. Mengapa demikian?
Ternyata orang dewasa memiliki pola pikir yang matang. Orang dewasa sering kali lebih baik dalam menciptakan solusi untuk masalah kehidupan nyata daripada hanya menghafal informasi. Pemecahan masalah, aplikasi langsung, serta tugas berbasis kinerja adalah pilar instruksi yang efektif.
Orang dewasa mempunyai pengalaman belajar lebih banyak dan luas. Pengalaman belajar dimiliki oleh orang dewasa cenderung bersifat praktis dan pragmatis. Dengan demikian, mereka dapat merencanakan dan memprogram kebutuhannya sendiri.