Lihat ke Halaman Asli

Kalau Percaya, Kenapa tidak?

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sudah menjadi kodratnya jika manusia saling membutuhkan. Sebelum datang dunia internet, komunikasi hanya dilakukan face to face atau phone to phone. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, dunia komunikasi juga mengalami peningkatan. Adanya internet memudahkan para users untuk berinteraksi dengan banyak orang di berbagai tempat di seluruh dunia.

Kehadiran internet ini bagi kalangan wirausahawan telah dimanfaatkan untuk mempromosikan produknya. Hal ini tentu saja menjanjikan keuntungan berlipat mengingat sekarang ini internet bisa diakses dengan mudah oleh setiap orang. Inilah yang melatarbelakangi munculnya shopping online. Terjemah bebasnya berbelanja dengan sistem online.

Saya baru mengenal belanja sistem ini sejak berkenalan dengan salah satu sosial media bernama facebook. Banyak yang mengiklankan produknya di sana. Aneka macam barang tersedia di sana dengan harga yang bervariasi. Awalnya saya tak tertarik. Namun, kehadirannya yang terus muncul di beranda tak ayal membuat saya ingin melirik juga.

Tinggal di kota kecil seperti Cilacap, tentu tidak semua barang tersedia seperti di kota-kota besar. Kebetulan, saya sedang mencari mainan edukatif untuk anak saya yang baru berusia dua tahun. Mainan yang dijual di hampir semua toko mainan di Cilacap, rata-rata hanya untuk kesenangan saja, minim edukasi. Saya mencari mainan kayu yang menurut saya lebih awet meski harganya lumayan mahal, namun bisa dipakai lagi untuk adik-adiknya kelak. Jujur, saya trauma membelikan anak saya mainan yang terbuat dari plastik dan memakai baterai, belum ada seminggu mainan itu sudah tak berwujud. Namanya juga anak-anak, sangat hobi membanting barang.

Iseng, saya meng-add salah seorang penjual mainan kayu Setelah melihat-lihat koleksi foto di album foto facebooknya, saya tertarik untuk membeli beberapa mainan kayu. Bentuknya yang bervariasi, memiliki unsur edukasi, dengan warna dasar yang menarik membuat saya akhirnya membeli secara online mainan kayu tersebut. Sedikit terbersit rasa ragu, bagaimana jika si penjual ini menipu saya. Namun, setelah saya melihat berbagai komentar dan ucapan terima kasih karena barang sudah sampai, saya mulai merasa tenang. Saya yakin saya tidak sedang berhadapan dengan penipu. Setelah harga mainan plus ongkos kirim disepakati, saya pun mentransfer sejumlah uang. Mengkonfirmasi kepada si penjual, lalu dua hari kemudian mainan kayu pesanan saya pun sampai ke rumah. Lega rasanya.

Setelah sukses dengan eksperimen pertama, saya ketagihan belanja via online. Saya pun mencoba untuk membeli beberapa buku untuk kepentingan kepenulisan saya dan juga beberapa barang lain. Alhamdulillah, saya belum pernah tertipu, semoga saja tidak. Karena adanya sistem belanja online -yang sangat mengutamakan kepercayaan ini- benar-benar memudahkan saya mendapatkan barang yang berkualitas yang belum tentu bisa didapatkan di kota saya.

Seiring semakin seringnya saya berbelanja online, saya mendapatkan banyak pengalaman yang mengharuskan saya untuk lebih selektif lagi terutama dalam soal harga, karena awalnya saya mengira barang yang dipromosikan via online harganya lebih miring. Tapi, ternyata tidak. Pernah saya memesan mainan ke sebuah toko mainan online yang juga membuka tokonya secara offline. Setelah melihat-lihat harga yang tertera di setiap foto, akhirnya saya tertarik untuk membeli sebuah mainan plastik yang menurut saya unik. Setelah barang sampai ke rumah, saya sedikit kecewa karena ternyata mainan itu tak seperti yang saya bayangkan. Bukannya menipu, namun menurut saya keterangan di foto itu terlalu berlebihan. Saya rasa mainan itu juga dijual di toko mainan dekat rumah saya. Benar saja. Begitu saya cek, ternyata toko mainan itu juga menjual mainan yang sama dengan yang saya pesan via online. Betapa terkejutnya saya karena harga mainan itu jauh lebih murah. Bayangkan, saya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 75.000,00 plus ongkos kirimnya untuk sebuah mainan yang dibandrol dengan harga hanya Rp 15.000,00 oleh si pemilik toko. Saya merasa tertipu. Tapi sudahlah, yang jelas saya tak lagi-lagi membeli mainan di toko mainan online itu.

Untuk masalah harga, saya baru tahu jika penjual justru lebih sering menaikkan harga barang dagangannya. Mungkin, karena pendapatan yang diterima jauh lebih besar. Dengan kata lain, pembeli akan rela mengeluarkan uang sebanyak apapun untuk barang dibutuhkannya. Apalagi jika barang itu sulit didapatkan. Inilah yang membuat saya untuk selalu membanding-bandingkan harga ke berbagai penjual online lainnya, jika ingin berbelanja dengan layanan tak kasat mata ini. Karena tak jarang penjual A memberi harga lebih murah daripada penjual B untuk sebuah produk yang sama.

Ada seorang teman bercerita bahwa dia tertipu saat belanja online. Uang sudah ditransfer, namun barang tak sampai juga. Nomor telepon yang awalnya digunakan untuk bertransaksi pun kini tak bernyawa. Marah dan kecewa, tentunya. Namun, menuntut secara hukum juga sepertinya tak mungkin. Malah justru membuang waktu percuma. Akhirnya ya diikhlaskan saja.

Prinsip saling percaya memang menjadi napas saat bertransaksi dengan sistem online. Makanya, saya lebih suka memilih penjual yang sudah punya nama daripada yang baru muncul. Supaya lebih aman. Tapi saya juga pernah mendengar cerita tentang seorang pedagang yang memasarkan barang dagangannya via online hampir tertipu oleh pembelinya. Berkomunikasi di dunia maya, apalagi dengan orang yang tak dikenal memang memunculkan banyak kemungkinan. Sikap berhati-hati sangat diperlukan di sini.

Prinsip saya, jika memang kita percaya, kenapa tidak? Apalagi jika kita sudah mengenal si penjual dan menjadi pelanggan, maka tak ada alasan untuk ragu berbelanja via online. Bagaimana dengan Anda?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline