Falsafah adalah suatu pandangan hidup atau cara berpikir yang mencerminkan nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip yang dipegang oleh suatu masyarakat atau kelompok. Falsafah dapat menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok dalam menghadapi berbagai situasi dan tantangan dalam kehidupan. Falsafah juga dapat menjadi identitas dan jati diri yang membedakan suatu masyarakat atau kelompok dari yang lain.
Salah satu falsafah yang dimiliki oleh masyarakat suku Mbojo (Bima-Dompu) adalah "Nggahi Rawi Pahu". Falsafah ini mengandung nilai-nilai moral dan etika yang mengajarkan agar kata-kata yang diucapkan harus sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Falsafah ini juga menuntut agar seseorang dapat menepati janji-janji yang telah diucapkan dan tidak mengingkarinya. Falsafah ini merupakan salah satu identitas dan jati diri masyarakat suku Mbojo yang menjunjung tinggi nilai keislaman.
Latar Belakang Falsafah "Nggahi Rawi Pahu"
Falsafah "Nggahi Rawi Pahu" berkaitan erat dengan ucapan atau janji yang diungkapkan seseorang kepada yang lain. Dalam tradisi suku Mbojo, ucapan atau janji merupakan sesuatu yang sakral dan harus dihormati. Bila janji itu tidak ditepati, maka akan berdampak pada ketidakpercayaan dan kehilangan rasa hormat dari masyarakat. Selain itu, orang yang mengingkari janji juga akan merasa bersalah dan malu kepada Tuhan yang maha melihat. Oleh karena itu, falsafah ini mengajarkan agar seseorang dapat menjaga kejujuran dan integritasnya dalam berucap dan bertindak.
Falsafah "Nggahi Rawi Pahu" juga berkaitan dengan konsep "amanah" dalam Islam. Amanah berarti tanggung jawab, kepercayaan, dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seseorang. Amanah juga berarti menjaga hak-hak Allah, rasul, diri sendiri, dan sesama manusia. Amanah juga berarti tidak menyalahgunakan amanat yang diberikan oleh orang lain. Dengan demikian, falsafah ini sejalan dengan ajaran Islam yang menghargai amanah dan menghukum khianat.
Falsafah ini juga memiliki latar belakang historis yang berkaitan dengan perjuangan masyarakat suku Mbojo dalam menghadapi penjajahan Belanda. Masyarakat suku Mbojo dikenal sebagai pejuang yang gigih dan pantang menyerah dalam mempertahankan tanah airnya. Mereka memiliki semangat yang tinggi dan tekad yang kuat untuk membebaskan diri dari penindasan. Mereka juga memiliki kemandirian, keberanian, dan kreativitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan. Falsafah "Nggahi Rawi Pahu" menjadi salah satu sumber inspirasi dan motivasi bagi mereka dalam berjuang.
Makna Falsafah "Nggahi Rawi Pahu"
Falsafah "Nggahi Rawi Pahu" terdiri dari tiga kata, yaitu "Nggahi", "Rawi", dan "Pahu". "Nggahi" berarti kata atau ucapan, "Rawi" berarti perbuatan termasuk sikap, dan "Pahu" berarti muka atau bentuk. Jadi, falsafah ini berarti kata dan perbuatan tersebut harus memiliki bentuk. Dengan kata lain, apa saja yang telah diungkap dan diucapkan harus direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan tindakan yang bermanfaat bagi orang lain. Tidak hanya bermanfaat bagi manusia, tetapi juga bermanfaat bagi seluruh isi alam termasuk tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Falsafah "Nggahi Rawi Pahu" juga dapat diartikan sebagai keselarasan antara hati, lisan, dan perbuatan. Hati adalah tempat bersemayamnya niat, lisan adalah alat untuk menyampaikan niat, dan perbuatan adalah wujud dari niat. Ketiga unsur ini harus sejalan dan seimbang agar seseorang dapat mencapai kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup. Bila ada ketidakselarasan antara hati, lisan, dan perbuatan, maka akan menimbulkan kekacauan dan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.
Falsafah ini juga dapat diartikan sebagai iman, taqwa, dan amal shaleh. Iman berarti keyakinan yang kokoh terhadap Allah, rasul, dan hal-hal yang ghaib. Taqwa berarti ketakwaan yang menjadikan seseorang selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Amal shaleh berarti perbuatan yang baik yang sesuai dengan syariat Islam dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Falsafah "Nggahi Rawi Pahu" mengajarkan agar seseorang memiliki iman yang kuat, taqwa yang tinggi, dan amal shaleh yang banyak.