Malam sudah larut, tapi Ratri tetap terjaga menunggu suaminya pulang. Sepi. Hanya hening suara gelap malam yg terdengar kosong. Untuk kesekian kalinya dia menengok jam dinding, sudah hampir jam 11 malam.
Awalnya Ratri berpikir bahwa setelah menikah suaminya akan melupakan kekasihnya. Tapi ternyata janji pernikahan yang sakral tidak mampu memutus ikatan cinta mereka.
Dulu suaminya bilang, dia ingin wanita pintar dan lembut untuk menjadi ibu anak-anaknya. Bukan yang garang sedikit binal dan bersuara keras dan berat seperti kekasihnya.
Namun setelah Ratri memberinya dua anak, tetap saja suaminya kembali ke kekasihnya. Ratri akhirnya menyerah. Dia biarkan suami sesekali pergi dengan kekasihnya.
Kadang suaminya dilanda suntuk . Beban pekerjaan, masalah di kantor, semua itu membuat kepalanya seperti mau meledak. Hanya kekasihnya yg mampu melonggarkan katup untuk melepaskan tekanan.
"Dia cuma kekasihnya, aku isterinya. Aku adalah tempat dia pulang." Begitu selalu Ratri berucap.
Deru suara motor terdengar. Suara makin keras dan berhenti tepat di depan rumahnya. Ratri beranjak dan membuka pintu.
"Apakah sekarang kepalamu lebih ringan setelah berjalan-jalan dengan kekasihmu?"tanya Ratri menyambut suaminya.
Suaminya tersenyum, memeluk lalu mencium. Malam itu Ratri tidur lelap dalam pelukan suaminya.
Sementara kekasih suaminya tidur di parkiran. Kedinginan tanpa selimut. Untung ada Oji kucing tetangga yang numpang tidur diatasnya. Setidaknya ada sedikit kehangatan untuk melawan angin malam yang dingin.