"Sekarang hanya tinggal kita berdua," kata Senji perlahan.
Saori, perempuan muda yang duduk berhadapan dengannya di meja makan berukuran kecil,. hanya diam tersenyum. Itu yang yang disukai Senji dari Saori, dia selalu ada dan siap mendengarkan semua cerita Senji.
"Mayu mungkin tidak akan datang kemari lagi, kamu tahu kan anakku itu tidak menyukaimu," sambung Senji sambil menatap Saori. Lega hatinya karena dia tidak melihat sedikitpun rasa kecewa di wajah Saori.
Senji menuangkan sake ke gelas kecil dan lalu meminumnya. Ada sedikit sensasi rasa panas di tenggorokan, tapi hanya sebentar, kemudian dia merasa sedikit rileks. Sepanjang hari tadi adalah hari yang melelahkan. Tadi siang setelah jenazah isterinya selesai dikremasikan, dia dan Mayu mendaki sebuah bukit kecil, dimana isterinya telah berwasiat untuk menaburkan abunya disana.
Selama upacara kremasi jenazah, Mayu tidak mau berbicara padanya bahkan tidak mau memandang wajah Senji. Sepanjang pendakian bukit, Mayu berjalan jauh dibelakang Senji. Kadang Senji dapat mendengar isakan tangis Mayu yang terbawa angin.
Isteri Senji menderita sakit selama lima tahun sebelum meninggal. Selama itu Senji bertugas sebagai perawat isterinya. Dari membantu isterinya bangun dari tempat tidur sampai menyiapakan makan. Hal itu melelahkan Senji secara fisik maupun batin.
Sebagai laki-laki normal, Senji ingin juga merasakan kehangatan pelukan wanita. Sesuatu yang tidak bisa didapatkan dari isterinya sekarang. Semua berubah ketika dia bertemu dengan Saori, seorang perempuan yang tidak hanya muda dan cantik, tapi dia sangat mengerti kondisi yang dialami oleh Senji.
Senji membawa Saori untuk tinggal di rumahnya, di kamar Senji yang terpisah dari kamar isterinya. Sudah lama pasangan suami isteri itu pisah kamar.
Awalnya sang isteri marah dengan kehadiran Saori, tapi kemudian dia perlahan menerima kehadiran Saori. Apalagi sikap Senji kepada dirinya semakin lembut dan perhatian sejak kehadiran Saori.
Akhirnya mereka mengatur agar sang isteri dan Saori tidak saling sering bertemu di apartement mereka yang sempit. Untungnya Saori lebih banyak menghabiskan waktu di kamar Senji. Ketika Saori keluar kamar, sang isteri gantian masuk kamar. Sebuah kesepakatan yang berjalan mulus.
"Kita harus mengenalkan Saori pada Mayu," usul sang isteri pada suatu hari.