"Cinderella, apa kamu sudah siap?? Go-Dokar yang kita pesan sudah sampai di depan rumah," kataku sambil mengetuk perlahan pintu kamar Cinderalla.
Tidak ada jawaban kecuali sesenguk tangis Cinderalla.
"Cinderella......", kataku lebih keras sekaligus mengetuk pintu lebih keras.
" Aku tidak mau pergi." Akhirnya suara Cinderalla terdengar dari balik pintu, lalu dilanjutkan lagi dengan menangis sesengukan.
"Kenapa?"
"Baju pestaku buruk sekali, aku tidak mau memakainya untuk hadir di pesta istana."
"Bukankah kamu sendiri yang memilih baju baru itu?"
"Sudahlah....kamu pasti tidak mengerti. Kalian pergi saja ke pesta. Saya tidak mau pergi."
Aku sadar tidak ada gunanya merayu Cinderella, aku tahu betul betapa keras kepalanya adik tiriku itu. Aku segera pergi dan turun ke ruang tamu, disana ibu dan adikku sudah menunggu. Aku menggelengkan kepala perlahan dan mereka langsung mengerti.
Kami bertiga, ibuku, aku dan Camilla adikku segera naik Go-Dokar yang sudah menanti dan pergi menuju ke istana. Tidak ada percakapan selama 30 menit perjalanan. Kalau kalian semua mengira kami berbahagia Cinderalla memutuskan untuk tidak ikut ke acara pesta malam ini, kalian semua salah besar.
Maaf, aku belum memperkenalkan dirik, namaku Christella. Ketika aku berusia 10 tahun, ayahku tewas terbunuh. Dia dituduh sebagai pemberontak yang melawan raja. Padahal ayahku hanya seorang petani sederhana, yang terpaksa ikut dalam suatu perkumpulan petani. Ayahku tidak tahu apa-apa tentang politik, dia hanya seorang petani yang sangat mencintai tanahnya.