Buat orang yang isi sakunya banyak, menonton konser Lady Gaga adalah keharusan . Namun saya yakin, tidak semua orang kaya yang menyaksikannya. Tapi bagi saya dan orang-orang elit alias ekonomi sulit: tidak. Dewi kami adalah "Sri" yang akrab dikenal dengan: nasi. Dia simbol kesejahteraan yg sederhana,namun memperpanjang daya raga untuk melakukan aktifitas dan kehidupan selanjutnya. Selembar tiketnya yang paling murah,justru untuk kami lebih berguna disumbangkan ke warung sembako.
Tak bisa juga menyalahkan Lady Gaga sepenuhnya.Dia artis terkenal.Dia punya kepentingan,punya momentum,peluang dan kesempatan memperbanyak penjualan album, atau mungkin saja menjadikan "style" yang melekat di dirinya menjadi tren. Dan itu dipandang lumrah bagi pemilik kepentingan kapital.
Namun rasanya dada ini gemuruh,jika bangsa yang 200 juta penduduk ini cuma meributkan seorang Lady Gaga.Jarang meributkan tetangga yang miskin karena jepitan ekonomi.Jarang meributkan tetangga yang melakukan kekerasan pada pasangan hidupnya.Jarang meributkan orang-orang cacat kesulitan mendapatkan akses bekerja di sektor formal dan keributan lain yang lebih membumi persoalannya. Inilah keanehan kita.Sudah jungkir balik semuanya.
Negeri ini hancur karena pola "selamatkan" diri masing-masing mulai menancap ke langit. Negeri ini hancur karena kita membutakan diri dengan suara lirih mereka yang sudah banyak kita lupakan.Saya hanya bisa berdoa,karena hanya doa selemah-lemahnya tindakan yang bisa saya lakukan untuk bangsa ini.Semoga hati kita digugah kesadarannya lewat Lady Gaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H