Jika dahulu wanita erat dikaitkan dengan peran tunggal yakni peran domestik atau peran dalam rumah tangga, saat ini wanita telah merambah peran ganda yakni tak hanya pada peran domestik namun juga non-domestik atau peran di luar rumah tangga.
Peran rumah tangga seperti merawat anak, membersihkan rumah, hingga memasak adalah peran sehari-hari yang telah dilakoni para wanita sedari dulu.
Sebaliknya, para laki-laki disematkan peran non-domestik seperti mencari nafkah di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari.
Dua peran yang dahulu merupakan dikotomi, kini keduanya dilakukan oleh para wanita, salah satunya dilatarbelakangi oleh kebutuhan rumah tangga yang kian hari kian meningkat sehingga menuntut para wanita untuk turut bekerja di luar rumah untuk menopang perekonomian keluarga.
Gerakan emansipasi agar para wanita turut mengisi lini-lini pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan berbagai instansi lainnya di luar rumah, ialah latar belakang lainnya.
Kesehatan mental telah menjadi isu sejak dulu kala, walaupun hingga kini masih belum banyak yang menyadari betapa pentingnya isu tersebut.
Masalah dalam kesehatan mental dapat menyerang berbagai kalangan, termasuk kalangan ibu. Kalangan ibu yang saat ini telah memiliki kedua peran, yaitu domestik dan non-domestik, menjadi begitu rentan terhadap masalah kesehatan mental misalnya seperti stres akut, depresi, hingga kecemasan.
Sebelumnya, saat peran domestik masih jauh lebih dominan dibanding peran non-domestik, masalah kesehatan mental ibu bukan berarti belum ada. Hal tersebut sudah ada sedari dulu kala dengan kompleksitas yang berbeda.
Kompleksitas kesehatan mental yang terdapat pada para ibu hingga kini terus menjadi pekerjaan rumah yang harus dipahami oleh seluruh pihak yang terkait. Dimulai dari orang terdekat, yakni sang suami, anak, hingga orang tua dan mertua.
Tak luput, peranan tetangga sebagai salah satu unsur pelaksana kehidupan sosial masyarakat merupakan pihak yang diharapkan turut mendukung kesehatan mental para ibu.