Lihat ke Halaman Asli

Ariana Maharani

TERVERIFIKASI

MD

Hubungan Asimetris Pasien dan Dokter

Diperbarui: 9 Desember 2022   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dokter melakukan pemeriksaan kesehatan pada pasien.| Kompas.com/MITA AMALIA HAPSARI

"Apakah dapat dipahami bapak/ibu penjelasan saya sejauh ini?" 

Kira-kira itulah kalimat penutup yang biasa diucapkan oleh para dokter maupun tenaga-tenaga kesehatan lainnya dalam setiap edukasi yang diberikan kepada pasien ataupun kepada wali dari pasien terkait tindakan medis yang akan mereka lakukan. 

Mengenai pertanyaan itu, beberapa kemudian akan membalas bertanya terkait hal-hal yang belum mereka pahami dan beberapa akan mengangguk sambil berkata bahwa mereka paham. 

Pada praktiknya, pasien dan wali dari pasien yang mengangguk tak seluruhnya sama. Ada dari mereka yang memberikan anggukan sebagai isyarat bahwa ia benar memahami segala rincian terkait penyakitnya dan tindakan medis yang hendak dilakukan kepadanya. 

Ada pula anggukan yang diberikan karena ia memahami bahwa dokter lah yang paling tahu yang terbaik untuk pasiennya, walau ia sesungguhnya tak memahami penyakit apa yang ada di dirinya dan intervensi apa yang dilakukan terhadap tubuhnya. 

Hubungan paternalistik, itulah sebutan untuk hubungan dokter dan pasien di mana seorang dokter dianggap lebih mengetahui dan mampu untuk mengobati atas penyakit yang diderita oleh pasien. Hubungan tersebut tentu saja adalah hubungan yang asimetris. 

Hubungan yang tidak melibatkan partisipasi yang seimbang oleh kedua pihak. Ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh karena dokter memiliki pengetahuan serta kemampuan teknikal yang superior dan pasien adalah awam. 

Masalah tersebut harusnya dapat diselesaikan melalui solusi berupa diskusi dua arah antara dokter dan pasien. Pasien aktif menanyakan apa yang belum ia pahami dan dokter pun secara aktif menanggapi. Nyatanya, berbagai faktor di lapangan berkontribusi terhadap solusi yang terlihat sederhana tersebut.

Salah satu faktor yang berkontribusi adalah latar belakang pendidikan. Hal tersebut saya rasakan saat saya bertugas di Puskesmas di sebuah kecamatan baru hasil pemekaran. 

Awalnya Puskesmas ini berstatus terpencil. Sekarang sudah menjadi Puskesmas daerah pedesaan. Hampir tak pernah ada pasien yang berkata tak paham dari setiap edukasi yang saya berikan. Padahal, sering kali, edukasi yang saya berikan adalah edukasi yang lumayan panjang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline