Rasanya sudah begitu panjang penjelasan yang saya berikan terkait mengapa pasien saya dua hari yang lalu, yang datang ke IGD Puskesmas kami, tak memiliki satupun indikasi mengapa ia harus diinfus dan apa saja efek samping atau komplikasi dari prosedur pemasangan infus.
Pasien tetap kekeuh memaksa bahwa hanyalah cairan infus yang dapat membantu menyembuhkan penyakitnya. Saat itu bukan kali pertama saya menemui seorang pasien yang bersikeras untuk dilakukan pemasangan infus kepadanya, tapi sudah pasien ke sekian sampai saya sudah lupa ia adalah pasien yang keberapa.
Tentu saja tak kami lakukan pemasangan infus karena memang tak ada sama sekali indikasi alias alasan dibaliknya. Tak disangka, pasien di hari tersebut begitu keras kepala, lebih dari apa yang saya duga.
Setelah dipulangkan dengan obat per oral atau obat minum pada sore harinya dan tentu saja seusai edukasi yang disampaikan berulang-ulang kali kepadanya, pada malam hari pasien kembali datang dan berkata bahwa ia harus diinfus apapun keadaannya.
Memahami indikasi terapi infus (terapi nutrisi parenteral)
Mengutip dari buku Ilmu Penyakit Dalam oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia atau disebut juga dengan PAPDI pada bab 56 mengenai nutrisi parenteral.
Yang dimaksud dengan terapi nutrisi parenteral ialah semua upaya pemberian zat nutrien melalui infus. Kondisi pasien-pasien yang memerlukan terapi nutrisi parenteral adalah sebagai berikut:
1. Pasien yang tidak dapat makan, misalnya terdapat sumbatan (obstruksi) pada saluran pencernaan seperti penyempitan (striktur) ataupun terdapat keganasan (malignancy), dan maupun gangguan penyerapan (absorpsi) makanan.
2. Pasien yang memang tidak diperbolehkan makan secara medis atau post-operasi.
3. Pasien yang tidak mau makan (seperti akibat pemberian kemoterapi).
Kemudian, jika berdasarkan ASPEN Guidelines atau American Society of Parenteral & Enteral Nutrition pada tahun 2002 terdapat beberapa indikasi pemberian nutrisi parenteral, antara lain: