Lihat ke Halaman Asli

Nomaden di Piodalan

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12982179871826563953

Usaha yang digeluti sederhana. Tapi dibalik itu terdapat nilai-nilai cukup berarti bagi yang mampu menterjemahkannya. Apa dan bagaimana usaha ini dilakoni, kompasianer ingin berbagi pengamatan bagi yang tertarik. Nomaden Nomaden atau bangsa pengembara menurut  Wikipedia, adalah komunitas masyarakat  yang berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain di padang pasir atau daerah bermusim dingin. Masyarakat yang berpindah-pindah tempat tetapi bukan di padang pasir atau daerah musim dingin disebut sebagai kaum gipsi. Terdapat tiga macam kehidupan nomaden, yaitu sebagai pemburu-peramu(hunter-gatherers), pengembala(pastoral nomads), dan pengelana (peripatie nomads). Kaum pengelana umumnya banyak terdapat di negara-negara yang telah mengalami industralisasi, dan para pelakunya berpindah-pindah tempat untuk menawarkan barang dagangan dimana saja mereka singgah. Secara umum sekarang  stempel "nomaden"  menjadi julukan kepada siapa saja yang kehidupannya selalu berpindah-pindah . Oleh sebab itu saya mengistilahkan  ibu Geger  dalam artikel ini dan klompoknya  beberapa pedagang lain sebagai " nomaden di Piodalan".  Usaha yang dilakoni kelompok ini mengikuti dimana ada acara   Piodalan berbagai Pura yang tersebar di p. Bali.  Selesai kegiatan Piodalan suatu Pura, maka selesailah usaha dagang ditempat itu, lalu pindah lagi ketempat dimana ada Piodalan di Pura lain. Piodalan tempat usaha Piodalan atau biasa disingkat odalan. Piodalan menurut babadbali.com/canangsari adalah upacara pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinya lewat sarana pemerajan, pura khyangan, dengan nglinggayang atau ngerekayang(ngadegang) dalam hari-hari tertentu. Piodalan disebut juga petirtayan, petoyan dan pujawali. Ketika diadakan Piodalan di suatu Pura terjadilah keramaian pengunjung  Pura untuk melakukan persembahyangan dan kepentingan lainnya. Piodalan Pura di Bali sudah terjadwal menurut hari hari tertentu. Tiap bulan sudah terkelompok Pura mana saja yang melaksanakan Piodalan. Puncak piodalan terbesar  adalah di Pura Besakih yang tahun ini jatuh pada bulan Maret setelah hari Raya nyepi. Hari Raya Nyepi bertepatan pada tanggal 5 Maret 2011  yang akan datang . Kegiatannya selama 21 hari. Selama itu Pura Besakih akan ramai dikunjungi oleh masyarakat,  tidak saja oleh penduduk  Bali, tapi  juga yang datang dari luar Bali untuk melaksanakan persembahyangan.  Keramaian dan kepadatan pengunjung ini  menjadi peluang bisnis yang sangat berarti bagi yang memahaminya.

1298217765628267947

12982182781283902171

1298218414646410509

1298218501832731354

1298218573725803952

Pengelana yang gigih. Ibu Geger asli Terenggalek yang saya jumpai pada Hari Sabtu tanggal 19 Maret 2011 di pelataran Pura Penataran Sasih desa Pejeng Tampak Siring  yang sedang diadakan Piodalan, menggelar dagangannya .  Piodalan dimulai sejak tanggal 17 Pebruari selama 11 hari.  Selama 11 hari itu pula ibu Geger dan klompoknya berdagang dengan menyewa tempat seharga seratus limapuluh ribu rupiah. Ongkos ini tergolong murah jika dibandingkan dengan sewa tempat di Pura Besakih untuk selama 21 hari sewanya bisa mencapai enam juta rupiah dan dibayar dimuka.  Menurutnya ongkos sewa itu sudah yang paling murah,  bahkan ada yang jauh lebih mahal lagi. Rencana kegiatan dagang ibu Geger setelah ini ke Pura Beshakih selama 21 hari dan setelah itu di Pura Saman Tiga  yang letaknya tidak jauh dari Pura Penataran Sasih yang juga tergolong ramai pengunjung.  Demikian siklus kegiatan usaha dagang ibu Geger beserta kelompok pedagang lainnya mengikuti  acara Piodalan di berbagai Pura di Bali  sebagai usahanya. Suatu usaha dagang yang tidak mudah, tempat berpindah-pindah, pelanggan berganti-ganti  dan lokasi dagang serta sewa tempat tergantung pengaturan pengurus  Pura. Ibu Geger berdagang makanan sangat sederhana yaitu; serombotan, tahu gunting, pisang goreng  dan gorengan lainnya. Serombotan makanan khas Klungkung sejenis urap terbuat  dari : campuran tauge, kangkung,bayam dan kelapa urap. Tahu gunting saus petis khas makanan Terenggalek Bondowoso Jawa Timur.  Usaha ini telah digelutinya  selama  20 tahun.  Ada juga jedanya bisa seminggu dan kadang kala sebulan, manakala tidak mendapat lokasi berdagang.  Seperti Piodalan Pura di desa Kutuh Kaja di Ubud  minggu lalu menurut  ibu Geger dia tidak kebagian tempat. Melihat jenis dagangannya timbul kekaguman atas keberanian pedagang  menyewa suatu tempat usaha selama 21 hari dengan harga enam juta rupiah. Suatu modal usaha yang tidak kecil ,belum lagi modal pembelian bahan baku dan biaya-biaya lainnya.  Namun perhitungan dagang, sipirit  serta daya juang yang tinggi,  mengalahkan kalkulasi logika orang awam seperti saya.  Dengan usaha dagang  berkelana di Piodalan-Piodalan  Pura,  ibu Geger mampu membesarkan tiga anaknya, bahkan sampai ke Perguruan Tinggi.  Suatu usaha yang tidak kecil,  penuh dinamika situasi dan mobilitas usaha. Tidak semua orang dapat melakoni apa yang ibu Geger dan kelompoknya lakukan tanpa ditempa pengalaman dan lika-liku bisnis,  akan mampu bertahan. Dan tidak semua orang mudah tergerak untuk melakoni usaha serupa. Kecuali mereka-mereka yang tabah dan memiliki kemauan yang keras. foto dokumen pribadi Aria8 Pebruari 2011 Aria8

12982186671240119045




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline