Pakaian lusuh ini menyelimutiku. Mungkin orang orang yang melihatku akan berfikir bahwa baju itu tak pantas disebut sebagai sebuah baju. Warnanya yang sudah pudar, ditambah noda noda membandal dibeberapa tepi, serta terdapat beberapa sobekan dibeberapa sisinya. Namun ketahuilah, ini adalah baju paling tepat yang digunakan oleh actor jalanan sepertiku.
Aku masih duduk di depan sebuah toko kecil tepat dipinggiran jalan. Sebuah mangkuk kecil tepat berada di depanku. Mereka yang berlalu lalang di depanku menatapku entah dengan tatapan jijik atau iba. Tapi itu sudah tak berpengaruh lagi bagiku. Yang paling penting bagiku adalah mendapatkan uang sebanyak mungkin. Beberapa orang mulai memasukkan uang recehan mereka ke dalam mangkukku. Dengan segera aku mengucapkan kata kata yang sepantasnya seorang manusia rendahan sepertiku ucapkan saat ada raja yang bersedekah padanya. Bukankah aku benar benar sangat mendalami peranku.
"Terimakasih Nona, semoga tuhan selalu melindungimu dan memberikan kemudahan disetiap jalanmu. Semoga apa yang engkau harapkan tercapai, ......................"Ucapku melantunkan doa doa untuknya.
Sepertinya dia tidak terlalu menanggapi doaku, dan memilih bergegas pergi setelah memasukkan recehan ke dalam mangkukku. Dan aku kembali memasang muka paling menyedihkan yang aku miliki.
Percayalah, kehidupan kota metropolitan itu sangatlah keras. Bukan perkara mudah untuk mencari pekerjaan terlebih orang yang tak berkeahlian sepertiku. Aku sudah berpontang panting dari ujung barat hingga timur, atau selatan hingga utara namun selalu saja gagal untuk memperoleh apa yang aku inginkan.
Hingga suatu hari aku benar benar terjebak dalam masa tersulit dan mendapat saran dari seseorang untuk menjadi actress jalanan ini. Tak kubayangkan bahwa penghasilannya cukup mencengangkan. Hanya bermodal pasang muka melas, baju compang camping dan duduk merendah bisa mendapat uang yang sebegitu banyaknya. Ini bahkan lebih dari gaji pekerjaan awalku saat menjadi pelayan toko kecil milik cina.
Sudah pasti aku tergiur, siapa yang tak mau mendapat uang banyak dengan cara yang begitu mudah. Tapi bagaimana jika Emak tahu jika anak sematawayangnya yang merantau ke Jakarta kini hanya menjadi salah satu orang jalanan. Yang hidup dari belas kasihan orang. Apa yang akan dikatakan tetangga tetangganya nanti jika melihatnya yang sekarang. Tapi, bukankah juga tidak ada bedanya jika aku pulang nanti tidak membawa uang sedikitpun, mereka juga pastiakan menggunjing dan menghina kegagalanku.
Lantas kenapa tak ku coba saja profesi ini?
Aku memejamkan mataku. Matahari begitu terik, tak terhitung sudah berapa banyak keringat yang turun dari pelipisku. Tiba-tiba seorang anak menarik lenganku. Aku terhenyak dari lamunanku.
"Bang! Bang buruan bangun bang! Ada razia! Bentar lagi petugas sampai sini."
Aku memandang dia sebentar, heran. Bocah laki laki itu mungkin baru beruasia 10-13 tahunan. Salah satu lengannya memegang tongkat dan dilehernya tergantung dagangannya. Aku segera berdiri, mencoba berlari. Meninggalkan tempat itu segera sebelum aku tertangkap petugas razia. Aku meninggalkan anak kecil itu, yang penting diriku sendiri selamat. Kulirik sebentar selagi aku berlari. Dia berlari tertatih dengan barang dagangannya yang lumayan banyak itu. Dia masih saja memperingati para gelandangan yang tertidur di pinggiran toko itu agar segera melarikan diri. Tapi aku tak perduli, dia bukan siapa siapaku.