Lihat ke Halaman Asli

Ibu Pertiwi Tersedu

Diperbarui: 20 Juni 2015   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kulihat ibu pertiwi

Sedang bersusah hati

Air matamu berlinang

Mas intanmu terkenang

Hutan gunung sawah lautan

Simpanan kekayaan

Kini ibu sedang susah

Merintih dan berdoa


Ini adalah bait pertama salah satu lagu nasional, yang sering jadi favorit teman-teman saya (termasuk saya) saat SD dan SMP dulu bila ada tugas menyanyi di depan kelas. Bukan karena kita mengetahui maknanya, tapi karena pendeknya bait lagu ini, menjadikan tidak perlu berlama-lama berdiri di depan kelas, yang pada jaman itu berdiri di depan kelas bisa membuat gemetaran dan berpeluh (ketahuan deh umurnya). Namun anak-anak sekarang, yang terlahir di tahun 90-an hingga kini, banyak yang tidak familier dengan lagu ini, karena kalah dengan lagu-lagu populer terkini yang lebih banyak mengagungkan "cinta". Lagu ini hanya sering diperdengarkan di acara-acara tertentu, yang mungkin anak-anak kita akan bertanya, "lagu apa sih itu ?", "siapa yang nyiptain (menciptakan), grup band apa (cape deh) ?".

Di usia ini, sekedar juga mencoba memaknai lagu ini dengan pemahaman sederhana saya, juga sebagai bahan informasi untuk yang belum tahu. Lagu ini seringkali ditulis oleh Ismail Marzuki, Komposer besar sekaligus Pahlawan Nasional Indonesia Ismail Marzuki, sebenarnya ditulis oleh komposer yang tidak dikenal sekitar tahun 1950-an hingga 1960-an (wikipedia). Saya kurang mengerti ada peristiwa apa saat itu yang menginspirasi komposer tersebut menulis lagu ini, tapi sepertinya penulis menggambarkan dengan kondisi politik saat itu dan sumber daya alam yang kaya, sejak saat itu negara ini justru menangis mungkin diantaranya dikarenakan banyaknya perpecahan dan eksplorasi besar-besaran terhadap kekayaan alam untuk kepentingan segelintir orang. Setelah lepas dari penjajahan, justru masyarakatnya sendiri lebih menonjolkan perbedaan, berpecah belah demi syahwat politiknya, dan bekerja sendiri-sendiri untuk menunjukkan saya yang terbaik dan bukan salah saya kalau terjadi suatu kesalahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline