Lihat ke Halaman Asli

“Buanglah Mantan pada Tempatnya!"

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Buanglah Mantan pada Tempatnya

Satu email masuk, lagi-lagi darinya (mantan).

“Apa kabar, kemana aja lo, masih hidup kan!”

Bukan maksudku tak peduli padamu lagi, bukan maksudku membencimu. Tapi semakin aku mengingatmu semakin kuat rasa cinta itu tumbuh kembali. Itu tidak mungkin terjadi lagi. Kita telah sepakat mengakhiri hubungan ini dengan baik-baik, walaupun itu menyiksa kita berdua tapi ku yakin ini yang terbaik bagi kita.

Masa putih abu-abu telah berakhir, berakhir pula hubungan kita. Kau memilih melanjutkan kuliah di luar negeri sesuai cita-citamu yang selalu kau ceritakan. Jepang, menjadi negara pilihanmu. Negara yang unik, kota yang indah dengan sejuta pemandangan yang memanjakan mata, ya itu menurutmu.

Sebulan sebelum keberangkatanmu ke Jepang, aku coba bicara baik-baik denganmu perihal hubungan kita. Hubungan ini nggak mungkin kita lanjutkan lagi, terlalu rumit. Kita tidak mungkin terus menjalin cinta monyet yang konyol ini. Kita sudah sama-sama dewasa, prioritas kita yang utama yaitu mengejar cita-cita dan mewujudkannya.

“Kita berteman saja ya! kau tau kan maksudku?”

Maaf aku harus lakukan ini. Aku nggak mau ini terjadi, tapi aku yakin ini yang terbaik bagimu, bukan bagiku. Kau menangis, ketika aku ucapkan kata itu, hal yang paling tidak aku suka darimu karena kau begitu cengeng. Air mata itu meleleh deras, isak tangismu sungguh mengoyak hati. Bukannya aku tak mau mengusap air matamu dan memeluk erat tubuhmu tapi itu terlalu perih bagiku. Maka ku biarkan mu tenang, mengusap air mata dengan jari lentikmu sendiri. Tapi aku salut padamu, kau cukup bijaksana hingga aku tak harus menjelaskan perihal penyebab berakhirnya hubungan kita.

Menjalani hubungan jarak jauh bukan perkara gampang, dibutuhkan dua kali kepercayaan, dua kali kesabaran dan dua kali kesetiaan. Yang dekat saja terkadang lepas kendali apalagi yang jauh. Kita mungkin berkata A namun kita melakukan B, mana kita tau satu sama lain. Walaupun kemajuan teknologi semakin maju, kita bisa dengan mudah berkomunikasai namun apakah itu semua cukup? Kau pergi bukan untuk beberapa hari tapi untuk beberapa tahun. Sanggupkah kita menjalaninya? Aku biarkan kau bebas, terbang seperti merpati tanpa menggandeng status berpacaran denganku. Aku takut, tidak bisa setia padamu, maaf.

***

Dua tahu sudah kau di Negeri Sakura, sibuk dengan kuliahmu. Begitu juga aku, sibuk dengan kuliahku disini. Walaupun kau sibuk, namun di akhir pekan kau selalu bercerita tentang berbagai pengalaman barunmu disana. Semua kau ceritakan, emailku penuh dengan cerita-ceritamu. Tapi maaf belum ada satu pun ceritamu yang aku baca. Kalau dia protes karena tak ada satupun emailnya yang ku balas, ku jawab dengan singkat “Maaf, aku sibuk.”

Namun kau tak sedikitpun kapok, kau tetap saja mengirimi aku email dan selalu menyapa di jejering sosial. Aku balas seadanya, aku jawab pertanyaanmu sewajarnya. Karena beginilah adanya, tak ada perubahan baru yang terjadi padaku sekarang, tetap sama seperti dua tahun silam. Aku tetap sendiri, tak punya pacar dan nggak niat cari pacar baru. Semenjak aku putus denganmu sepertinya aku sudah lupa bagaimana rasanya jatuh cinta. Lupakanlan sejenak soal cinta, cinta akan datang pada waktunya. Ya ketika aku sukses nanti.

“Bang, mbak Rara ada lho di rumahnya!” celoteh adikku yang tiba-tiba masuk kamarku, mengganti chanel tv yang sedang ku tonton.

“Rara?” ucapku tak percaya.

“Iya.”

“Serius kamu?”

“Serius lah, tadi sore kan aku ke rumahnya Juwita, dia bilang kalau Mbaknya baru datang.”

“Berarti dia ada di rumahnya sekarang?”

“Bego, ya iyalah tadi kan aku udah bilang.”

“Oh...”

“Kok oh sih?”

“Terus harus gimana?”

“Samperin kek, nggak kangen apa sama sang mantan?”

“Sialan lo,” ucapku sambil menipuknya dengan bantal, dia berusaha menghindar kemudian kabur dari kamarku.

Kangen? Pasti aku kangen kamu Ra. Sanggupkan aku untuk menemuimu? Pasti suasananya akan canggung, tak sehangat dulu.

***

Pagi hari iseng-iseng aku mengecek email dan melihat pemberitahuan di facebook. Namun tak ada satu pun kabar darimu yang menyebutkan kalau kau akan pulang ke Jakarta. Mengapa kau tak memberitahuku?

Setelah beberapa lama aku mengutak-atik fb, iseng-iseng kulihat siapa saja yang sedang online, ternyata kau online. Dengan rasa penasaranku, aku coba menyapanya,

“Ra, kmu di Jakarta y?”

Tak lama kemudian dia membalas.

“Yup, q baru datang kemarin siang, dari mana U tau?

“Dari ade, waktu kemarin dia main dengan ademu ke rumah.”

“Hahaha sini donk main, mau oleh-oleh gak?”

“Wah, boleh tuh nanti malam boleh gak q ke rumahmu.”

“Hm, nanti malam q mau ke rumah nenek, besok pagi aj gmna?”

“Besok pagi q kuliah sampai sore, malem aj y!”

“Ok, di tunggu y!”

Dia sudah offline, mengapa rasanya jadi aneh begini. Aku semakin tidak sabar menemui dia, kenapa tidak sekarang aku ke rumahnya, bodoh.

***

Sesuai janji, malem ini aku ke rumah Rara, degup jantungku berdetak tak karuan. Apa-apaan ini.

Teeeet

“Eh Mas Hafidz, mau ketemu non Rara ya?”

“Hm iya bi,” Wah masih ingat saja pembantunya Rara, padahal sudah dua tahun lebih aku tak pernah bertemu dengannya.

“Non Raranya lagi keluar.”

“Keluar kemana bi?”

“Kurang tau tuh, baru saja berangkat sama cowok, bibi kira Mas Hafidz.”

“Oh begitu ya, ya sudah saya pulang saja.”

“Nggak mampir dulu?”

“Nggak usah bi, nanti bilangin saja sama Rara.”

“Iya, nanti di bilangin.”

Apa...Rara pergi sama cowok, siapa? Apa dia lupa kalau malam ini aku mau ke rumahnya. Ya sudahlah. Aku pulang ke rumah dengan perasaan kecewa. Apa kecewa? Kenapa aku harus kecewa.

***

Kukuruyuuuuk

Hari minggu yang cerah, mentari pagi yang mulai merangkak naik terasa menghangatkan badan.

Satu panggilan tak terjawab dan satu sms masuk terpampang di ponselku. Dari nomer yang tak di kenal.

“Sorriiiiiiiiiii, td mlem q gak ingat klo kmu mw k rmah. Si Andre ngajak q ke tempat pengungsian korban banjir, q langsung aj ikut.”

Aku balas singkat.

“Gpp ko!”

Tak lama kemudia dia membalas smsku.

“Kpn mw ksini?”

“Kapan-kapan.”

“Kok kapan2, kesini skrg. Gak pke lma.”

Oke, aku akan ke rumahmu.

***

“Hai”

Suara riangmu mengagetkanku yang sedang menunggumu di ruang tamu. Kau tersenyum lepas, sama seperti dulu. Wajah riangmu pun tak berubah, tetap cantik dan selalu fresh.

“Apa kabar?” tanyaku.

“Baik, kamu?”

“Baik.”

Suasana hening sesaat, kenapa jadi kaku begini.

“Eh diminum dong tehnya, itu asli teh dari jepang lho.”

“Oh ya!” aku pun meneguk secangkir teh yang di buatkan pembantunya sedari tadi, hm cukup enak.

“Enak kan!”

“Ya enak.”

“Eh bagaimana kuliahmu? Wah sebentar lagi jadi pak dokter dong,” dia selalu berusaha mencairkan suasana.

“Hehehe masih tiga tahun lagi. Eh kamu pulang dalam rangka liburan nih ceritanya?”

“Iya.”

“Betah nggak di Jepang?”

“Betah sih, tapi tetap saja lebih betah di negara sendiri. Eh cerita-ceritaku yang ku kirim lewat email selalu kamu baca kan?”

“Iya dong,” ucapku bohong padahal tidak ada satupun emailnya yang aku baca.

“Impianku untuk menginjakan kaki di negeri matahari terbit akhirnya telah terwujud, aku dapat menyaksikan matahari terbit dengan mata kepalaku sendiri, bukan kata orang lagi. Bisa menikmati indahnya Sakura di Takada Koen Cherry Blossom Festival. Ada sekitar 4000 pohon sakura yang bermekaran dilengkapi dengan aliran sungai Niigata plus replika rumah rumah kuno Jepang. Indah banget pokoknya.”

“Hm, kayaknya jalan-jalan terus disana, bagaimana kuliahnya?”

“Hehehe, ya kuliah tetap nomer satu dong, aku jalan-jalan pas weekend aja kok.”

“Kirain tiap hari jalan.”

“Haha, eh kamu curang nggak pernah cerita kehidupanmu di Jakarta.”

“Bukannya aku nggak mau cerita tapi bingung mau cerita apa, nggak ada yang berubah kan! Tetap sama seperti dulu.”

“Ya, cerita tentang negeri ini kek, tentang korupsi, politik atau apa gitu. Banjir di daerah tetangga pun kamu nggak mau cerita.”

“Hehehe, lagian banjir kan memang bencana rutin, tiap tahun memang seperti itu.”

Malam semakin larut, kita berdua saling melepas rindu. Candamu, tawamu dan senyummu akan selalu membekas. Kita tidak bisa memutuskan cinta jika kita masih tetap bersama, masih sering bertemu, dan sering berkomunikasi. Kebersamaan itulah yang akan membuatkan semuanya. Kita memang sepakat untuk mengakhiri cinta tapi disaat seperti sekarang ini, bertemu, bercengkrama dan ketika mata saling beradu, kita akan kembali terlarut dalam cinta.

“Izinkanlah aku mencintaimu dan terus mencintaimu lagi, tuk selamanya.”

“Buanglah mantan pada tempatnya!”

Ni buat kalian kalian yang gak bisa move on. Hadeeeeeeh, tutup mata deh author nya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline