Lihat ke Halaman Asli

Argil Raras

Argil Raras Nandini

Refleksi Diri Seorang Guru

Diperbarui: 1 Juni 2022   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ki Hajar Dewantara, nama yang begitu akrab bagi kita, terutama kita yang bekerja di dunia pendidikan. Bapak Pendidikan Indonesia, sudah banyak melalui banyak hal dimasa sebelum merdeka, demi memperjuangkan bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara dengan berani melontarkan kritiknya kepada kolonial Belanda, sehingga menyebabkan Ki Hajar Dewantara diasingkan ke negeri Belanda. Masa pengasingan tidak serta merta membuat Ki Hajar menyerah. Ki Hajar memanfaatkan masa pengasingan untuk mendalami dunia pendidikan dan pengajaran.

Ki Hajar Dewantara mengungkapkan pemikiran-pemikirannya tentang pendidikan dalam wujud tulisan. Salah satu buah pemikiran Ki Hajar yang digunakan sebagai semboyan dunia pendidikan hingga kini adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Ing Ngarso Sung Tulodo, artinya di depan menjadi teladan, Ing Madyo Mangun Karso, berarti di tengah membangun kemauan, dan Tut Wuri Handayani, mengandung arti di belakang memberi dorongan.

 Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi roh dalam peran pemimpin, terutama pemimpin pendidikan. Ki Hajar, mengingatkan para pendidik, bahwa sebagai seorang "pamong", guru harus dapat memberikan "tuntunan" agar anak dapat menemukan kemerdekaan dalam belajar. 

Ki Hajar pun menegaskan, dalam proses "menuntun" anak haruslah diberi kebebasan, dan pendidik berperan sebagai penuntun dan pemberi arah, agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.

Apa yang sebenarnya harus dituntun oleh pendidik dalam diri anak? Menurut Ki Hajar, pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. 

Hal ini merujuk pada tujuan pendidikan bagi Ki Hajar Dewantara, yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 

Sebagai upaya perwujudan anak mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, maka pendidikan memfasilitasi, menuntun, dan membantu anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia seutuhnya.

Sebelum mengenal filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, saya beranggapan bahwa seorang anak terlahir sebagai kertas putih. Kertas putih ini, akan diisi goresan oleh orang dewasa disekitarnya dan kondisi lingkungan tempatnya tinggal. Goresan-goresan yang diterima kertas putih (anak) inilah yang menjadi penentu gambaran wujud karakter pada kertas putih (anak). 

Sehingga bagi saya, pembentuk karakter anak, adalah apa dan bagaimana yang ada di lingkungan sekitarnya. Orang dewasa adalah penanggung jawab terbentuknya karakter anak. 

Karakter anak akan tercipta sesuai dengan bagaimana orang dewasa memberi teladan, gugahan niat, dan dorongan pada anak, serta menciptakan keadaan lingkungan tempat hidup anak. Dengan pemahaman ini, mempengaruhi saya dalam praktik mengajar. Karena anak sebagai kertas putih yang kosong, maka saya sebagai guru, berupaya memberikan banyak sekali materi yang harus dikuasai anak. 

Upaya penjejalan materi yang begitu banyak, sering membuat saya sebagai pendidik kekurangan waktu untuk membuat anak aktif dalam pembelajaran. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline