Anosmia memang bukanlah keadaan sakit yang berat dilihat secara fisik. Akan tetapi berubah menjadi vital ketika berhubungan dengan salah satu indera yang vital yaitu indera penciuman.
Ada satu cerita unik dari salah satu penyintas Covid-19 yang dilanda anosmia berkepanjangan. Secara cerita bisa dibilang lucu dan unik, tapi dilihat dari sisi kesehatan mungkin harus dilakukan pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.
Penyintas Covid-19 yang sedang mengalami anosmia ini sangat suka dengan bau sampah yang busuk. Bahkan ada kalanya dia bertemu dengan truk sampah, dia harus berlama-lama mendekat dengan truk sampah ini. Bau sampah menurutnya bau yang wangi sekali.
Pasti yang mendengar atau membaca cerita ini akan bertanya-tanya. Bagaimana bisa bau sampah diubah oleh anosmia menjadi bau yang harum dan wangi?
Sampai saat ini saya juga belum melakukan pencarian riset apakah memang ada gejala seperti itu untuk anosmia unik satu ini. Perhatian utama saya saat ini lebih kepada hal yang lebih mendasar, sesuatu yang lebih esensi, bukan melihat fenomena ini secara realita.
Seperti tulisan saya sebelumnya dengan judul yang sama di Part 1, berada dalam kondisi anosmia ini seperti memiliki kelebihan dalam kekurangan.
Berada dalam kondisi membau sesuatu yang buruk atau busuk menjadi sesuatu yang wangi. Ibarat mata yang mengalami kebutaan, sang mata bisa melihat kefitrahan dalam sesuatu yang tidak bisa dilihatnya.
Esensinya adalah kita bisa melihat kelebihan dari kekurangan orang lain ataupun makhluk ciptaan Tuhan yang lain, lewat anosmia yang ditimpakan kepada kita.
Tak ada rasa benci atau berburuk sangka ataupun rasa penyakit hati yang lain. Anosmia memberikan jalan kita untuk kembali kepada fitrah manusia untuk berbuat baik dengan ikhlas.
Mungkin ini hikmah yang Tuhan coba berikan kepada kita di ujung usia Bumi ini. Mengingatkan kita untuk membersihkan hati dari begitu banyak kotoran penyakit hati. Mengingatkan kita untuk terus bertawakal dan ingat dengan siapa Pencipta kita.