Minggu lalu Jokowi mengungkapkan 'mimpi' nya jika berhasil menjadi Presiden RI, beliau menganggap untuk membangun Indonesia yang lebih baik, dibutuhkan kabinet yang berkualitas, bersih dan sesuai di bidangnya, bukan kabinet yang berdasarkan barter politik seperti yang terjadi saat ini.
Keinginan yang sangat masuk akal, kita semua tentu tidak ingin lagi melihan Menkominfo yang tidak tahu manfaat dari koneksi internet yang lebih cepat, atau seorang pakar photo dan video artis menjadi Menteri Pemuda dan Olah Raga.
Namun senang atau tidak senang kemungkinan tersebut bisa terulang lagi bahkan jika Jokowi berhasil menjadi Presiden nanti, jika perolehan suara PDI-P tidak sampai 25% dalam Pemilu tanggal 9 April nanti. Karena untuk resmi menjadi calon Presiden dibutuhkan 25% suara di Pileg nanti. Jika kuota tersebut tidak bisa dipenuhi maka PDI-P harus membangun koalisi dengan partai lain, yang tentu tidak akan diberikan secara gratis, harga dukungan tersebut bisa berupa Wakil Presiden pasangan Jokowi nanti atau bisa juga berupa beberapa posisi Menteri di kabinet.
Pertanyaannya sekarang adalah sanggupkan PDI-P mendapatkan suara sebanyak itu, sebagai informasi pasca orde baru, hanya 1 kali sebuah partai mendapatkan suara lebih dari 25%, yaitu dalam Pemilu 1999 lalu ketika rezim orde baru jatuh dan semua orang Pro Reformasi mendukung PDI-P.
Jika melihat pemilu 2009 lalu posisi 3 besar diduduki oleh :
- Demokrat (20%)
- Golkar (14,4%)
- PDI-P (14.03%)
Jika kita mundur ke Pileg 2004 hasilnya adalah :
- Golkar (21,5%)
- PDI-P (18.5%)
- PKB (10.57%).
Hasil tersebut menunjukan betapa sulitnya memperoleh 25% suara di pemilu, untuk PDI-P sendiri dibutuhkan kenaiakan hampir 80% suara dibandingkan pemilu 2009 lalu. Untuk itu mari kita hitung-hitung peluang perolehan suara PDI-P dalam Pemilu bulan ini, melalui beberapa factor yang dapat mempengaruhi perolehan suara.
1. Jokowi Factor, jika kita belajar dari pemilu sebelumnya kita melihat popularitas seorang SBY dapat mengangkat perolehan suara Demokrat dari 7% di tahun 2004 menjadi 20% di tahun 2009, padahal jika kita melihat saat ini popularitas Jokowi lebih besar dari popularitas SBY 5 tahun lalu, jadi jika kita menggunakan perhitungan yang sama PDI-P dapat memperoleh suara lebih dari 28% tahun ini, artinya kuota yang dibutuhkan sudah dapat tercapai. Namun sejauh ini suvey-survey tidak menganggap faktor Jokowi akan berpengaruh sebesar itu.
2. Turunnya Popularitas Demokrat, hampir bisa dipastikanperolehan suara Demokrat akan turun signifikan di Pemilu ini, terus turunnya popularitas SBY dan skandal korupsi yang dialami sebagian besar pembesar partai berpotensi membuat partai ini kehilangan setengah dari suaranya yang didapat dalam pemilu lalu. Jika sebelumnya Demokrat mendapat 20% suara, maka kemungkinan 10%nya bisa berpindah ke partai lain, yang kemungkinan akan diperrebutkan oleh Golkar, PDI-P dan Gerindra, jadi PDI-P dapat memperoleh 5% maka peluang berdirinya kabinet tanpa koalisi akan meningkat signifikan.
3. Pindahnya pendukung GOLPUT, data menunjukan bahwa jumlah Pemilih 'Golput' di pemilu 2009 adalah sebesar 29%, jadi jika 'GOLPUT' adalah sebuah partai maka 'Partai Golput' akan menjadi pemenang pemilu dalam 10 tahun kebelakang.
Artinya lebih banyak jumlah penduduk yang memutuskan untuk tidak memilih, daripada mereka yang memutuskan memilih partai pemenang pemilu. Di sinilah peluang besar kita mewujudkan mimpi Jokowi untuk membangun pemerintahan yang kompeten dan professional, jika 25% saja dari para 'Golputers' ini memutuskan untuk kembali memilih, dan memilih PDI-P maka itu sudah merupakan 7.25% suara tambahan bagi PDI-P, hampir bisa dipastikan kuata 25% terpenuhi.