Pandangan hukum adat dalam Menunjau konflik carok di madura
Wilayah madura merupakan tempat yang sangat menjunjung tinggi nilai nilai keagamaan. kita bisa melihat dari kehidupan sehari hari masyarakat madura yang selalu memakai pakaian agamis, Selain itu juga warga madura dalam kehidupan sosialnya sangat menghormati dan patuh terhadap seseorang ulama atau kiai. Hal ini mungkin yang membuat aturan adat di madura cukup kental akan nilai nilai keislamannya. Ada beberapa aturan islam yang membolehkan peneyelsaian masalah dengan cara melakuan pertarungan bebas kemudian aturan ini ada beberapa yang adopsi oleh hukum adat di madura. Dalam lungkungan masyarakat Madura, melecehkan istri, anak, dan merendahkan harga diri merupakan hal yang memalukan. Masyarakat Madura menganggap hal hal tersebut sebagai bagian dari kehormatan seorang laki-laki, Salah satu prinsip hidup masyarakat Madura yaitu membalas sesuatu perbuatan yang sama persis dengan perbuatan yang dialaminya. Bila ada anggota keluarga yang terbunuh, dilecehkan ataupun direndahkan maka keluarganya juga akan membalas dengan hal yang sama. Menurut pengamat budaya madura dalam penjelasannya Pemenang Carok akan menyimpan baju dan senjata lawan yang dibunuhnya kemudian mengembalikan kepada anak atau kerabat dekat korban Carok yang terbunuh dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Tujuannya adalah agar tidak terjadi hal yang serupa terjadi. Hal ini membuat Carok menjadi sesuatu budaya yang diwariskan secara turun temurun Dalam penyelesaian masalah terkait hal hal tersebut, Carok dijadikan sebagai cara terakhir untuk menyelesaikan masalah. Pihak yang bersengketa akan mengadakan musyawarah terlebih dahulu untuk mencapai kesepakatan damai. Jika tidak terjadi kesepakatan maka Carok diterapkan
Baru baru ini terjadi teragedi yang sangat memilkukan yaitu tragedi carok yang dilakukan oleh tokoh masyarakat tepatnya di bangkalan pada tanggal 12 januari 2024. Tragedi ini menewaskan 4 orang yang mana korban itu merupakan salah satu tokoh masyarakat yang cukup terkenal di wilayah tersebut. Korban meninggal Bernama mat tanjar dan yang menjadi lawan duelnya adalah hasan yang kini menjadi pelaku.
Latar belakang konflik carok
Yang menjadi latar belakang pada konflik ini adalah dendam pribadi dari pihak pelaku, Dimana pada saat dirinya di tantang yang kesekian kalinya ia langsung menerima tantangan tersebut dan melangsungkan duel terbuka di suatu tempat. Dari beberapa sumber informasi yang tersebar, korban merupakan salah seorang guru silat yang cukup terkenal sedangkan pelaku merupakan pemilik beberapa lahan parkir dan cukup di hormati oleh masyarakat sekitar. Lalu apa yang membuat pelaku menerima tantangan tersebut? Dari beberapa sumber yang ada, pelaku sebelumnnya banyak menerima intimidasi secara fisik dari korban namun pelaku masih bisa menahan emosinya. Hal ini yang membuat membuat pelaku memiliki dendam kepada korban dan merasa harga dirinya di rendahkan. Kemudian pada suatu momen pelaku dan korban berpapasan di suatu tempat, pelaku memberi sapaan kepadan kepada korban namun korban menganggap bahwa pelaku menandanginya secara terus menerus serasa ingin menantangnya. ini penjelasan yang diberikan oleh pelaku, Dari sini menjadi awal dari tragedi carok madura yang menewaskan 4 orang sekaligus
pandangan teori hukum adat mengenai konflik carok di madura
Pada dasarnya seorang manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan bantuan manusia lainnya karena manusia adalah makhluk sosial. Karena dalam hidup manusia membutuhkan manusia lainnya maka setiap manusia akan berinteraksi dengan manusia lainnya, dari interaksi tersebut melahirkan pengalaman. Dari pengalaman ini menciptakan sistem nilai yang dapat dianggap sebagai hal baik dan hal buruk. Dari sistem nilai ini akan melahirkan suatu pola pikir/asumsi yang akan menimbulkan suatu sikap, yaitu kecenderungan untuk berbuat atau tidak berbuat. Bila sikap ini telah mengarah kecenderungan untuk berbuat maka akan timbullah perilaku. Kumpulan perilaku yang terus berulang-ulang dapat dilahirkan/diabstraksikan menjadi suatu norma, yaitu suatu pedoman perilaku untuk bertindak. Meskipun tidak ada aturan yang tertulis sekumpulan manusia tersebut tetap mematuhi aturan yang telah di sepakati Bersama.
jika di lihat dari teori hukum adat Receptio in Complexu, Soerojo wignyodipoero berpandangan bahwa agama mayoritas yang di peluk oleh suatu golongan masyarakat akan mempengaruhi nilai nilai hukum adat pada golongan masyarakat tersebut. yang artinya pada teori ini mengacu pada keyakinan suatu golongan kemudian dari keyakinan Bersama tersebut mewujud menjadi suatu aturan, Hal ini yang menjadikan hukum adat merupakan penyesuaian dari agama suatu golongan.
teori ini sebenarnya memiliki banyak pertentangan dari para ahli lainnya, seperti pada Teori Receptie yang dikemukakan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai bentuk sanggahan terhadap teori receptio in complexu. Teori receptie berpandangan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah hukum adat. Hukum agama (Islam) meresepsi ke dalam dan berlaku sepanjang dikehendaki oleh hukum adat. Menurut teori receptie hukum agama (Islam) dan hukum adat adalah dua entitas yang berbeda bahkan bisa saja saling berhadapan (beroposisi). terkadang di antara hukum adat dan hukum agama (Islam) terjadi konflik, kecuali hukum agama (Islam) yang telah meresepsi ke dalam hukum adat.
Jadi menurut pandangan penulis, carok di madura merupakan representasi dari nilai nilai norma keagamaan yang meresepsi di dalam hukum adat, selama tidak ada pertentangan dalam suatu golongan maka hukum tersebut akan tetap berlaku. Namun jika dilihat dari perkembangan zaman yang ada hukum adat ini akan hilang mengingat nilai yang ada pada hukum ini bertentangan dengan ketentuan konstitusi negara terkait HAM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H