glagahcakra.blogspot.com
Hidup di permukaan Bumi yang sejatinya gelap-menggelapkan mutlak butuh penerang. Bagaimana dapat berjalan? Membedakan yang mana tembok, pantat, pintu, jendela, dan roti saja tidak akan bisa, apalagi berjalan di permukaan Bumi yang luas dan tanpa ada penerang pun. Pada akhirnya ungkapan mencari hudan (penunjuk mengenai DiriNya Tuhan) adalah wajib bagi semua orang. Tidak hanya laki-laki-perempuan tapi tua-muda, besar-kecil, bahkan semua hukumnya wajib dalam mencari hudan.
Beruntung bagi mereka yang telah mendapat hudan dan berlaku sesuai dengan arahan-Nya. Dengan begitu hidup kita tidak terombang-ambing dengan faktor-faktor luar yang mengubah arah gerak dan tujuan hidup kita. Maksudnya tujuan kita bisa jadi benar menurut kita, tapi siapa yang dapat memastikan sebuah kebenaran jika bukan Diri-Nya? Karena kebenaran mutlak hak Allah. Metodologi yang dijalani harus sesuai dengan tujuan yang kita tetapkan. Kalau metodologinya tidak sesuai dengan tujuan berarti cap fasik tertera di kening kita. Kalau metodologinya baik tapi tujuannya salah berarti cap munafik.
Memang hidup di dunia kadang tidak sesuai dengan harapan kita. Harapan kita pasti hidup di dunia ini mengenakkan dan tidak berat. Tapi kenyataannya kita sering gulung kuming dalam menjalani hidup ini. Berbagai permasalahan hadir dan menerjang hidup kita. Masalah ekonomi, sosial, dan masih banyak lainnya. Menerima hujatan, makian, sindiran, dihasud, diprasangkai, dicap buruk, diadili orang lain, dibenci, bahkan difitnah, dan lainnya yang tidak mengenakkan hati. Permasalahan demikian biasanya yang dapat mengubah dan membuat diri kita terlena, terbiaskan dari niat dan tujuan.
Momen-momen paling dilematis adalah ketika kita mendapat perlakuan tidak baik dari orang lain, tapi kita harus tetap sadar dan menyadari bahwa kita harus tetap berbaik hati kepada yang bersangkutan. Bukan karena pura-pura berbaik hati, tapi ketulusan hati yang menyertai. Berat bukan? Kyai Tanjung dalam kajiannya berkata pramila dadiha dene kaya segara sing ora ubah keadaan segara masiha diuncali bangkai lan najis, segara panggah suci lan nyuciake. Artinya makannya jadilah seperti laut luas yang tidak berubah keadaannya meski dilempari bangkai dan najis, laut tetap suci dan menyucikan.
Kyai Tanjung dalam kajian rutinnya di Jatayu Tv
Berikut 5 alasan mengapa kita harus berlapang dada dalam menghadapi cobaan yang tidak mengenakkan dalam bersosial dengan orang yang telah berlaku buruk kepada kita :
1. Cara Tuhan Mengingatkan Kita
Kita sadar bahwa kita adalah makhluk yang tidak bisa apa-apa kecuali jika tanpa Diri-Nya. Yang bergerak, Yang napas tidak lain tidak bukan adalah Diri-Nya sendiri. Supaya kita tidak terlarut dalam perasaan marah apalagi dendam, kita harus menyadari bahwa Sang Penggerak adalah Diri-Nya sendiri. Yang menggerakkan kita juga Diri-Nya sendiri, maka apa hak kita untuk membalas dengan kebencian apalagi dendam? Yang mengobati adalah memintakan ampunan kepada orang yang telah berlaku buruk terhadap kita kepada Allah.
Kita bisa menenangkan diri sejenak sambil berpikir, “Iya ya, yang bergerak adalah Allah sendiri, dia dan aku yang menggerakkan adalah Allah sendiri. Aku juga tidak bisa apa-apa jika tanpa Diri-Nya. Berarti yang aku bisa hanyalah berdoa kepada Allah supaya tetap dalam penjagaan-Nya, lindungan-Nya, dan semoga saya diampuni oleh Allah. Semoga dia yang telah berlaku tidak baik kepada saya juga mendapat pertolongan, diampuni, dan tetap dalam penjagaan Allah. Bisa jadi ini adalah cara Allah mengingatkan saya yang masih tertutup, banyak dosa, bodoh, dan masih sering ceroboh.”
2. Berlatih Mengadili Diri Sendiri