Lihat ke Halaman Asli

Bang, Aku Telat

Diperbarui: 23 Oktober 2022   08:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Empat tahun yang lalu, anak sulungku baru berusia 3 bulan ketika istriku bilang, "Bang, aku telat."

Aku tersenyum menyikapinya dan bilang, "Ya, Alhamdulillaah, itu amanah." Kami menerima kehamilan anak kedua itu dengan suka cita.

Ketika anak kedua kami itu berusia 3 bulan, saat akan berangkat kerja, istri menggamit lenganku dan kembali berkata, "Bang, aku telat, si kecil akan segera punya adik."

Meski tak sesumringah ketika mengetahui kehamilan kedua, aku tetap tersenyum dan mengucapkan "Alhamdulillaah."

Ketika kehamilan istri berusia 6 bulan, ekonomi dunia resesi. Pertumbuhan ekonomi nasional tidak sesuai target. Dunia usaha lesu. Banyak perusahaan yang morat marit. Sebagiannya melakukan efisiensi operasional dengan merumahkan karyawannya, termasuk perusahaan tempatku bekerja. Akupun terkena PHK.

Dua bulan sebelum anak ketiga itu lahir, statusku resmi menjadi pengangguran. Meskipun kalud karena tak lagi bekerja, aku tidak terlalu mengkhawatirkan ekonomi keluarga. Pesangon PHK dan tabungan yang berhasil kukumpulkan selama bekerja rasanya mampu menghidupi kami dengan layak hingga setahun ke depan. Dan aku yakin, sebelum setahun sudah dapat kerja lagi.

Tapi, ternyata aku keliru. Mencari kerja lagi sungguh tak mudah. Tak ada perusahaan yang membutuhkan tambahan karyawan di tengah buruknya badai resesi. Akhirnya, untuk sementara aku putuskan 'ngojol'.

Dengan ngojol aku tetap berpenghasilan. Lumayan, bisa memperpanjang usia endapan uang pesangon dan tabunganku. Dalam situasi yang tidak menentu, aku tak mungkin menggantungkan ekonomi keluarga hanya pada deposit tabungan yang jumlahnya tak seberapa itu.

Untuk sementara, namun entah sampai kapan, aku menghidupi istri dan tiga orang anak, termasuk yang akan segera lahir ini, dengan ngojol.

Aku juga memutuskan agar setelah kelahiran anak ke tiga ini untuk tidak lagi nambah anak. Cukup sudah tiga anak. Itu saja sudah amat berat bagiku untuk menghidupi mereka dengan layak.

Hanya saja, rasanya tidak gampang untuk mencegah istri hamil lagi. Sepertinya aku memang produktif dan istri sangat subur. Dipepet 'dikit' aja dia langsung hamil. Terbukti dengan jarak kelahiran tiga anak kami yang sangat dekat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline