Kemaraumu adalah kemarauku, sayang
Keringmu adalah keringku, sayang
Hausmu adalah juga hausku
Lelahmu pasti juga lelahku
Sayang...air kita tinggal sedikit, sudah menipis
Lekaslah berpacu, jangan berpeluh menangis
Telanjangi kakimu, lepaskan alasku
Rasakan hangatnya tanah liatku
Cengkramlah liatnya tanah licin berlumpur
Cengkramlah licinnya jalan menurun, penuh lumpur
Tujuan kita sudah dekat, memanggil manja di bawah sana
Berselimut lumut, dingin berkabut, jernih merona
Bersama, kita nikmati dinginnya mata air cinta
Bersama, kita nikmati sumber air bahagia
Biarlah, ku penuhi gentong air cintamu
Tunggulah sesaat saja, ingin aku berjalan basah disampingmu
Peluk erat aku dengan selendang biru tuamu
Ikat erat aku dengan simpul-simpul cintamu
Naiklah, cengkram erat tanah liat menantang
Kuatlah, tujuan kita sama, biarlah tanganku menopang
Berapa kali, berapa lama lagi selendang biru tua itu memelukku
Berapa lama lagi kita harus bertelanjang kaki, dingin membeku
Ah....aku sudah lelah, biarkan ku lepaskan penatku
Biarlah aku sejenak melepas lelah, biarkan mengering selendang biruku
Lihatlah.....airmu dan airku sudah cukup banyak
Sayang, istirahatlah...kita sudah terlalu lelah dan basah
Sidoarjo, 15 Juni 2020
Yangkung + Yangti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H