Zaman berubah, silih berganti siang malam, pemimpin juga silih berganti, hidup kita juga silih berganti, begitu juga dengan IT. Ketika zaman seusia saya dulu, ketika saat itu penduduk Indonesia mungkin belumlah sebegitu padat seperti saat ini -contohnya di Kota kami saja- setiap yang punya anak pasti orang lain tau bahwa itu anak dia, tanpa harus menunjukan segala macam label keterangan yang menunjukan bahwa itu benar-benar anaknya. Dizaman itu anak-anak sebagian besar sudah punya Akte Kelahiran karena prasyarat yang dibutuhkan saat mau masuk SD Negeri. Akte Kelahiran biasanya langsung dibuatkan oleh Bidan penolong kelahiran anak tersebut. Itu sudah cukup menjadi identitas dini untuk si anak sampai tahun ini telah muncul program KIA seperti layaknya KTP pada orang dewasa (17 Tahun lebih).
Kartu Identitas Anak (KIA) merupakan program dari Kemendagri yang berfungsi sebagai identitas anak di bawah usia 17 tahun. Namun program ini mendapat kritik, lantaran dianggap pemborosan APBN. Kompasiana.com
Program itu muncul sepertinya ada baiknya juga dimana zaman sudah sedemikian canggih saat ini yang sering menuntut para orang tua bekerja ekstra keras untuk penghidupan anak-anak mereka dari pagi sampe sore terkadang tidak sempat untuk berkumpul lama dengan anak-anaknya. Begitu juga anak-anak yang belum dewasa beraktifitas disekolah mereka terkadang tanpa didampingi oleh orang tua mereka langsung. Jasa ojek atau pembantu rumah tangga lah yang sering berurusan keseharian dengan anak-anak tersebut.
Jadi kekhawatiran sewaktu-waktu bisa saja si anak lepas kontrol dari pemberi jasa disebutkan itu dan terpisahlah mereka sendiri. Ketika ini terjadi tentulah si anak sangat memerlukan identitas diri pribadinya sendiri tanpa susah-susah si petugas berwajib untuk menanyai anak itu yang terkadang takut karena si anak merasa bersalah telah tercecer dari pengawasan pemberi jasa. Si petugas berwajib akan dengan mudah menemukan orang tua anak melalui KIA nya. Itu untuk di Kota, bagaimana dengan di daerah pedesaan., saya kira juga diperlukan dan bermanfaat bagi si anak sendiri dan orang tua mereka.
Uraian diatas dipandang dari satu sisi, jika dipandang dari sisi lain sesuai wacana yang katanya hanya pemborosan APBN saja. Saya kira tidak lah terlalu tepat kekhawatiran tersebut. Malah yang dikhawatirkan saat ini adalah ketika anak mau masuk sekolah SD, SLTP, SLTA Negeri sudah harus bayar alias tidak lagi gratis -tapi ini di Kota kami saja- tidak tau untuk dikota lain. Wali murid tercekat., ternyata ketika anaknya mau sekolah harus bayar uang SPP untuk satu semester, uang jahit baju seragam, uang MOS, uang bahan ajar, uang sumbangan pembangunan sekolah. Weh.. ternyata sekolah tidak gratis lagi lho.. kok beda dengan zaman saya toh.. mau masuk sekolah tinggal daftar aja.
Bagi orang tua yang PNS mungkin tidak terlalu memberatkan karena ada gaji 13 yang memang diarahkan untuk keperluan sekolah anak-anaknya. Tapi bagi orang tua yang bukan PNS apalagi cuma kerja serabutan, terpaksa menunggu berkah dari Tuhan kiranya memberikan jalan untuk mendapatkan uang bayar sekolah anak-anak mereka. Jika masih tidak dapat juga, apa boleh buat., si anak tidak bisa sekolah.
Jika dipandang dari sisi ini, tentu focus APBN tidak tepat untuk program KIA tersebut. Berfocuslah kepada sekolah gratis bagi sekolah negeri di negeri ini, itu yang terasa lebih pas sesuai cerita diatas. Sementara ini Akte Kelahiran masih bisa menjadi pegangan identitas si anak dan tokh itu juga akan berganti seiring mereka menginjak dewasa -artinya tidaklah terlalu lama digunakan si anak- dan selama mereka masih sekolah kan juga ada Kartu Pelajar yang diberikan sekolah kepada mereka.
Akhirnya, perbandingan dua sisi yang berbeda, yang satu pada sisi menerbitkan KIA, yang satu lagi menggolkan sekolah gratis bagi semua sekolah negeri. Satu program dari Kemendagri dan satu lagi program dari Kemendiknas. Keduanya bermuara pada APBN yang kalau tidak salah porsi untuk pendidikan menduduki porsi cukup besar pada APBN. Hasil akhir tergantung pada para pemimpin Negeri ini, mana yang kira-kira prioritas yang mesti didahulukan dan mana yang tidak prioritas yang dikemudiankan atau digantung dulu. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H