Kepergian 2 pejabat DPR RI bertemu dengan Donald Trump seorang pengusaha dan calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, menuai berita kontroversi. Fadli Zon sibuk membela diri, dia mengatakan pertemuan itu seolah-olah dipelintir bahwa itu termasuk kampanye. Beberapa anggota DPR lainnya yang mau melaporkan mereka ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) dianggap orang yang gagal paham dan melakukan manuver-manuver yang tidak perlu serta nanti akan berbalik ke mereka sendiri. Lebih baik fokus pada hal-hal lain yang lebih substansial. Misalnya, keterpurukan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, banyaknya pemutusan hubungan kerja, hingga naiknya harga kebutuhan pokok. Kompas.com (7/9/2015).
Pernyataan terakhir dari Fadli Zon itu sangatlah menyentuh hati kita, tentang keterpurukan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, tentang banyaknya pemutusan hubungan kerja, hingga tentang naiknya harga kebutuhan pokok. Pernyataan ini seharusnya difikirkan dan dilontarkan sebelum keberangkatan mereka ke Amerika sana. Bukan ketika hampir terpojok saat ini barulah dilontarkan sebagai alasan pembenaran serta mengacau hati nurani yang jernih. Disaat kondisi Negara seperti yang dikatakannya itu terjadi, sangatlah sebuah hal yang kecil dan sepele untuk sekedar memikirkan apakah memang harus perlu berangkat menghadiri pertemuan tersebut. Dan sangatlah gampang bagaikan membalikkan kedua telapak tangan untuk sekedar membatalkan keberangkatan ke negeri Om Sam itu. Tapi apa lacur.. toh.. mereka akhirnya telah berangkat juga, malah sempat berselfie ria segala. Hah.
Namun dibalik itu kita jangan berburuk sangka dulu, mungkin saja kedua pejabat Negara itu diberikan uang sekian trilyunan oleh Donald Trump untuk mengembalikan para karyawan yang keburu di PHK kan oleh Pengusaha, atau juga untuk menurunkan harga kebutuhan pokok di pasaran dengan memberikan subsidi agar barang-barang kebutuhan pokok bisa menjadi turun atau minimal tidak naik, atau juga diberikan subsidi agar bisa memborong Dollar serta menahannya agar Rupiah bisa merajai pasaran (transaksi hanya dengan Rupiah saja). Omong kosong dan pepesan kosong belaka. Mana mungkin itu semua terjadi dimana kita juga tau bahwa Donald Trump pernah dikabarkan pailit tapi akhirnya bisa bangkit kembali seperti saat ini.
Sebenarnya biasa saja atau lazim jika anggota DPR atau pejabat Negara bepergian keluar negeri dalam rangka tugas dinas kenegaraan, tapi menjadi tidak lazim ketika perjalanan mereka sedikit keluar dari jalur perjalanan dinas kenegaraannya, apalagi itu diliput atau terliput oleh publik atau media. Sebagai pejabat publik mereka harus terima bahwa setiap gerak gerik mereka akan selalu diawasi oleh mata publik, makanya jika sudah bersedia menjadi pejabat publik, zona kenyamanan tidak akan diberikan ruang yang luas, artinya mereka harus bersedia keluar dari zona nyamannya. Jika memang tidak mau keluar ya.. berhenti saja menjadi pejabat publik, cukup menjadi orang biasa yang tak akan terusik oleh media publik manapun. Konsekuensi itu harus diambil dan harus melekat pada mereka.
Alasan pembenaran yang dikemukakan terakhir sepertinya terlambat karena alasan pembenaran akan dapat ditemukan lebih dari seribu alasan, termasuk itu adalah hak azasi mereka. Jadi ya.. sesuka hati mereka mau berangkat menghadiri atau tidak. Tapi itu jika mereka bukan pejabat Negara..
Tampaknya tulisan ini begitu geram. Kenapa..? karena 3 alasan yang dikemukakan terakhir tadi itulah penyebabnya. Memangnya mereka bukan anggota DPR sehingga disarankan bagi anggota yang mau membawa masalah ini ke MKD agar lebih baik focus ke 3 alasan tersebut. Lantas mereka apakah tidak ikut membahas ke 3 masalah yang sedang dihadapi Negara saat ini. Anak sekolah saja tahu bahwa kepergian keluar negeri itu bertemu dengan Donald Trump dan berfoto ria disana. Apakah ini juga efek pembiusan dari medsos, FB, Instagram, BB dan sebagainya sehingga sampai sekelas pejabat Negara pun mau berselfi ria dengan artis sono. Efek bius itu sangat dahsyat sehingga sekelas pejabat Negara sampai kehilangan hati nuraninya bahwa yang dilakukannya itu sangat naif dan menanggung malu bagi bangsa ini. Sekelas orang biasa pun masih mikir-mikir untuk berselfi ria.
Tapi nasi sudah menjadi bubur.., dan sungguh tepat rekan-rekan mereka sesama anggota DPR berniat mengadukan ke MKD. Dan sang Fadli Zon belum menyadari bahwa dibalik niat rekannya itu terselip sebuah bentuk perhatian kepadanya. Sebuah bentuk perhatian kasih sayang agar dia tidak terjerumus kedalam lobang yang digalinya sendiri. Dia masih menganggap bahwa itu sebagai genderang perang kepadanya padahal dia tidak sadar bahwa begitu dahsyatnya pembiusan medsos yang membuat dia rela berselfi ria dan kedahsyatan medsos itu pula nanti yang akan menghujat dan menjustice dirinya sebagai pejabat Negara yang lebay. Pembiusan medsos itu pula yang nanti akan menjadi catatan perjalanan karir politiknya karena opini publik akan terbentuk secara auto tanpa harus dipaksakan karena fakta telah terpampang nyata di depan mata para netizen. Dan sebagai salah satu yang terkena efek bius medsos tentu hal ini sangat disadari betul oleh FZ.
Masih mau ‘melawan’ kah..? ya.. silahkan saja toh itu hak azasinya. Silahkan berbuat sesuka hati dan paling sial para netizen (publik) akan beranggapan ‘gila’, percuma saja melawan si ‘gila’ karena dia akan selalu berfikir menggunakan alam bawah sadarnya alias non logika. Atau dianggap filosof yang berfikiran dengan menggunakan filsafat sehingga terasa sulit untuk difahami oleh orang awam. Semoga saja ini tidak terjadi. Salam takzim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H