Lihat ke Halaman Asli

Reshuffle Kabinet dan Harganas, Akankah Program KKBPK Lebih Baik?

Diperbarui: 11 Juli 2015   04:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Reshuffle kabinet oleh Presiden Jokowi, dapatkah menjadi titik balik pengelolaan program KKBPK (Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga). Sebagai titik balik karena dari fakta yang ada susunan kementerian kabinet Jokowi tidak menampakkan adanya kementerian yang khusus mengurusi masalah program KKBPK ini. Kepala BKKBN sendiri dilantik oleh Menteri Kesehatan yang jika secara tersirat masuk dibawah komando kementerian kesehatan. Dibawah komando wajar jika Menteri Kesehatan menyampaikan pernyataannya seperti ini :

Dalam mengakselerasi program kependudukan dan keluarga berencana, Kementerian Kesehatan memberikan dukungan berupa sarana pelayanan kesehatan dan memberikan pelayanan yang berkualitas. "Kita harus memfasilitasi agar dapat memberikan pelayanan komprehensif dan pendekatan-pendekatan dengan organisasi non pemerintah. Kita juga akan memastikan kesediaan sarana dan prasarana di semua sarana pelayanan yang sudah disiapkan BKKBN," imbuh Nila. (Situs menpan.go.id)

Akan tetapi dalam situs Republika.co.id ketika melantik Kepala BKKBN 26 Mei 2015 tersebut, Menkes menyatakan juga, 

"Dengan adanya Kepala BKKBN yang baru, saya berharap agar pelaksanaan Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga dapat berjalan lebih maju," Dengan demikian, kata dia, laju pertumbuhan penduduk yang saat ini masih tinggi yakni 1,49 berdasarkan Sensus Penduduk 2010, dapat menurun lagi sesuai dengan sasaran RPJMN yang sudah ditetapkan tahun 2015-2019.

Dari pernyataan tersebut tersirat bahwa BKKBN tidak hanya mengurusi masalah kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan atau keluarga berencana saja, dari nomen klatur kependudukan jelas masalah kependudukan juga menjadi urusan BKKBN.

Hal itu jika disandingkan dengan pernyataan Deputi Tim Transisi Jokowi-JK Hasto Kristiyanto yang menyatakan :

Masalah data kependudukan menjadi salah satu fokus kebijakan pemerintahan baru. Karena itu, presiden terpilih Joko Widodo akan membuat kementerian baru yang menangani khusus kependudukan. Kebijakan pembangunan Indonesia ke depan harus didasarkan pada data-data demografi. Sebab, saat ini Indonesia menikmati bonus demografi ketika jumlah penduduk usia produktif di Indonesia lebih besar dari jumlah penduduk non-produktif.

Bila bonus demografi itu dioptimalkan dengan baik, maka jebakan kelas menengah atau middle income trap tidak akan terjadi, dan Indonesia melesat menjadi negara maju. “Seluruh mainstream kebijakan Jokowi-JK didasarkan pada aspek demografi,”. Pemerintahan Jokowi-JK akan terus mempertahankan prinsip bahwa rakyat miskin dan anak terlantar harus dipelihara oleh negara. Kementerian kependudukan, lanjut dia, dapat menghimpun data penduduk secara lebih rinci. Tidak terkecuali data-data penduduk miskin. Misalnya, berapa jumlah penduduk, nama dan alamatnya. Semua lebih jelas terdata oleh pemerintah.

Dengan begitu, kebijakan pemerintah nantinya akan berjalan lebih efektif dan langsung mengena ke kelompok masyarakat yang dituju. “Kebijakan ini penting untuk dijadikan acuan pendataan kependudukan,” Jokowi Janji Bentuk Kementerian Kependudukan, JAKARTA-DUAANAK.COM

Dari itulah timbul harapan-harapan untuk pengurusan kependudukan dan termasuk didalamnya KB dan Pembangunan Keluarga akan menjadi lebih baik. Harapan tersebut seperti dalam situs beritasatu.com : Matangkan opsi, BPN dan BKKBN diarahkan jadi Kementerian Tersendiri. Ada tiga kementerian dengan nama baru, yakni Kementerian Kependudukan yang isinya adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Agraria yang isinya Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kementerian Ekonomi Kreatif yang berembrio Kemparekraf.

Harapan berlalu terhembus angin sehingga saya copas juga dari liputan6.com berikut ini : Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, mengatakan, ada 5 perilaku menteri yang layak dipertimbangkan Presiden Jokowi untuk di-reshuffle. ‎Pertama yakni menteri yang hanya menjalankan agenda sesuai pikirannya sendiri. Kemudian menteri yang hanya rajin berdiskusi tapi minim tindakan. Selain itu, menteri yang dianggap masih bingung dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) layak untuk di-reshuffle. Juga menteri yang hanya sibuk mencari popularitas atau pencitraan hingga lupa tugas utamanya. "Ada menteri yang sering muncul di beberapa momen tertentu. Kasus pembunuhan Angeline dia ada, kebakaran di bandara juga hadir, tapi dia lupa tugas pokoknya apa,". Dan yang terakhir, menteri yang bekerja dengan gaya Orde Baru, juga layak untuk di-reshuffle, kata Ray dalam sebuah diskusi '‎Reshuffle Kabinet: Siapa Masuk, Siapa Keluar' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 8 Juli 2015.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline