Lihat ke Halaman Asli

Dua Media Online Ini Memuat Berita Menyesatkan

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

(Tulisan ini juga saya posting di Suara Nurani)

Pada era demokrasi seperti sekarang ini, kehadiran berbagai media masa, sebagai tanda kebebasan pers, tidak bisa dihindarkan. Ini terbukti dengan bermunculannya ratusan surat kabar harian, tabloid dan majalah. Selain itu, tumbuhnya stasiun-stasiun televisi baru, baik lokal maupun nasional, juga menjadi pertanda berkembangnya sistem demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.

Pertumbuhan dan kemajuan teknologi internet, menjadi pendukung lahirnya media masa online. Masyarakat dimanjakan oleh kemudahan mengakses berbagai media online.

Atas hal itu, mau tidak mau, sadar atau tanpa sadar, media masa memiliki pengaruh yang besar bagi masyarakat. Opini yang terbangun dalam masyarakat, sangat ditentukan oleh informasi yang tersaji oleh media masa.

Selain mempengaruhi opini masayarakat, media masa juga mengenalkan banyak kosa kata dan istilah kebahasaan. Melalui kosa kata yang dipakai oleh media masa, masyarakat semakin akrab dengan istilah atau kosakata tertentu yang semula asing atau belum ada.

Istilah “dangdut”, awalnya digunakan oleh Tempo melalui wartawan Putu Wijaya. “Dangdut” yang dipakai Putu untuk menyebutkan jenis musik yang berornamen kendang dan dangdut, semakin diakrabi dan akhirnya biasa digunakan oleh masyakat.

Setelah tahun 1998, media masa semakin besar peranannya dalam mempengaruhi opini masa dan pengenalan istilah-istilah baru. Kata-kata yang awalnya terasa asing, menjadi kata yang semakin sering digunakan bukan hanya dalam penulisan di media masa, namun juga dalam pembicaraan sehari-hari.

Saking dianggap penting dan besar peranannya bagi masyarakat, media masa terkadang luput dari sensor kualitas dan ketepatan. Luput dari sensor kualitas dan ketepatan yang saya maksud tentu saja adalah dari segi isi berita maupun dari pemilihan kata yang digunakan, yang sering kali tidak mencerminkan kebenaran publik.

Anda tentu masih ingat, kasus kesalahan diksi yang digunakan oleh Kompas.com saat mengulas tindakan tidak senonoh yang dilakukan penyair Sitok Srengenge. Kata “Teman tapi Mesra” yang digunakan wartawan dan redaksi Kompas.com untuk menggantikan wanita yang menjadi korban, bukan saja tidak tepat secara bahasa, tetapi juga jika dilihat dari logika.

*

Kompas.com tidak sendirian. Agaknya dalam kasus menabrak logika kebenaran publik, media online memang rajin melakukannya. Seperti tulisan yang baru-baru ini saya temukan pada sebuah media online. Cobalah amati kata-kata pada paragraf pertama berita berjudul Nikahi Vita KDI, Supiah Hadi Ditawari Jadi Artis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline