Sumberdaya pesisir dan lautan, merupakan salah satu modal dasar pembangunan Indonesia saat ini, disamping sumberdaya alam darat. Tetapi sumberdaya alam darat seperti minyak dan gas bumi serta mineral-mineral tertentu, semakin berkurang akibat eksploitasi yang berlangsung sejak lama. Melihat keterbatasan sumberdaya alam darat, sudah saatnya melirik dan memanfaatkan potensi sumberdaya lautan. Didalam lautan terkandung sumber pangan yang sangat besar yakni ikan dan rumput laut. Sumberdaya laut lainnya adalah bahan tambang lepas pantai yang berperan penting untuk menyuplai energi, serta masih banyak lagi potensi sumberdaya hayati dan non hayati laut lainnya sehingga peranan sumberdaya pesisir dan laut semakin penting untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan masyarakat. Peran serta Masyarakat dan Pelaku Pembangunan, Penataan ruang dapat dilihat sebagai kebijakan publik yang mengoptimalisasikan kepentingan antar pelaku pembangunan (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam pemanfaatan ruang laut pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga di dalam proses perencanaan tata ruang yang demokratis dan akomodatif terhadap semua kepentingan pelaku pembangunan.
Konsep Water Front City (WFC) yang akan dikembangkan oleh Pemkot Ambon merupakan sebuah program pemberdayaaan kawasan Teluk Ambon sebagai langkah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Konsep ini telah sepenunya mendapat dukungan dari Direktur Jenderal (Dirjen) Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) DKP dan tidak menutup kemungkinan akan mengadopsinya untuk diterapkan di daerah lain yang juga memiliki karakteristik wilayah yang sama dengan Kota Ambon. Di Indonesia terdapat 226 kabupaten/kota yang bercirikan dan berkarakteristik sama dengan Kota Ambon, akan tetapi belum ada yang berinisiatif untuk mengelola potensi tersebut secara optimal. Baru Makassar, Sulawesi Selatan saja yang yang mulai mengembangkan konsep WFC, khususnya untuk pengembangan kawasan Pantai Losari. Untuk pengembangan kawasan pantai Losari, Makassar, DKP harus menyediakan anggaran sebesar Rp 25 miliar, bukan sebuah dana yang sedikit karena di pantai Losari harus dilakukan reklamasi sehingga biayanya menjadi mahal. Akan tetapi rencana pengembanan di Kota Ambon tidak diperlukan reklamasi sehingga dana yang diperlukan akan jauh lebih efisien. Konsep Water Front City merupakan cara Pemkot Ambon untuk memuliakan laut sekaligus mengembalikan lagi kejayaan Teluk Ambon.Kejayaan Teluk Ambon di masa lampau adalah sebagai ladang ikan umpan bagi perikanan tuna, sedangkan saat ini hanya tinggal kenangan karena aktivitas masyarakat di darat sulit dikendalikan. Topografi Kota Ambon yang berbukit di sekitar teluk harus dikembangkan dengan perencanaan yang baik karena kecenderungan pemukiman akan mengarah ke perbukitan. Dan apabila tidak diawasi maka bencana longsor bisa terjadi setiap tahun dan pengaruhnya juga akan terasa di laut, terutama di Teluk Ambon. Guna mendukung pengembangan konsep WFC ini, maka Pemkot Ambon harus menyusun Rencana Strategi Pengolahan pesisir kota, rencana zonasi pesisir Pulau Ambon dan sistem pengolahan limbah cair. Saat ini master plan pengembangan WFC Kota Ambon sedang disusun oleh Tim independen dan diharapkan rampung dalam waktu dekat dan diikuti dengan pembuatan peraturan daerah (Perda) tentang pengembangan pesisir Teluk Ambon sebagai sentra ekonomi baru. Program pengembangan kawasan pesisir sebagai pusat ekonomi juga akan berdampak menjadikan Kota Ambon sebagai kota jasa pelayanan pariwisata bahari di Maluku sekaligus merupakan cara untuk mencegah permasalahan tanah yang merupakan faktor penghambat masuknya investasi di daerah ini.
Konsep WFC di Kota Ambon mendasari penataan Teluk Ambon berdasarkan empat wilayah pengembangan yakni kawasan ekowisata hutan bakau, wisata Air Salobar, kawasan Pantai Mardika dan kawasan Hatiwe Kecil. Kawasan hutan Bakau di desa Passo, Kecamatan Baguala, akan dikembangkan menjadi kawasan ekowisata dan di areal ini akan dibangun sarana jelajah hutan bakau dan cafe-cafe buat para wisatawan dengan nilai investasi sebesar Rp 5,1 miliar. Kawasan wisata Air Salobar yang saat menjadi tempat piknik alternatif bagi warga kota Ambon akan ditata menjadi lokasi wisata modern dengan pedestarian, kios dan wisata kuliner dengan nilai investasi mencapai Rp 10,2 miliar. Kawasan ini akan dibangun tanpa mengurangi lebar jalan raya yang ada sekarang dan juga dilakukan tanpa menggunakan reklamasi pantai, tetapi menggunakan sistem floting atau terapung. Kawasan Pantai Mardika juga akan ditata dengan jalur hijau, pedestarian, ruang publik dan restoran atau cafe terapung dengan investasi Rp 5,1 miliar, sedangkan kawasan Hatiwe Kecil akan ditata dengan konsep yang sama, tetapi dipaketkan dengan pembangunan Pasar "Ole-Ole" dan total nilai investasinya direncanakan mencapai Rp 53,2 miliar. Sekitar 80 persen investasi untuk WFC Ambon berasal dari pihak swasta, bukan pemerintah, pemerintah hanya menyediakan infrastruktur, misalnya pembangunan jalan boulevard di sepanjang pesisir. Diperkirakan pengembangan potensi kawasan Teluk Ambon dan potensi wisatanya akan menyerap tenaga kerja lebih dari 200 ribu orang. Akibatnya akan terbuka kesempatan kerja bagi 200 ribu orang sebagai tenaga profesional di restoran, cafe tempat diving, sekolah diving dan lain-lain. Sehingga tidak menutup kemungkinan dalam kurun waktu 10 tahun mendatang tidak ada lagi warga Kota Ambon yang menganggur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H