Lihat ke Halaman Asli

Arfan Fauzan

Manusia ingin belajar

Tolak Ukur Sukses di Era Sekarang

Diperbarui: 25 Juni 2024   00:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tolak ukur sukses di era sekarang

Palu, 23 Juni 2024

Orang-orang menilai dirinya dengan perspektif yang dangkal dengan mengatakan dirinya sendiri belum sukses, Hipotesis Kepalanya membuat tolak ukur dan standar sukses manusia dari kemapanan seperti Memiliki rumah, Mobil dan pekerjaan. Coba kita mengulas kembali pada era 1998 perjuangan Aldera dan gerakan mahasiswa Indonesia dengan tolak ukur sukses menaklukkan presiden ke-2 mundur dari jabatannya karena krisis finansial 98 sehingga dilengserkan,
 dua pandangan ini bertolak belakang dengan dirinya sendiri yang selalu mengatakan belum sukses yang bersifat hedonisme serta ukuran masa lalu orang-orang sukses pada masa itu ketika sukses mensterilkan pemimpin yang otoriter yang bersifat hierarki yang tidak dinamis pada rakyat.
Menurut Teori Psikologi Sigmund Freud Manusia itu mahluk yang deterministik, Id ego dan superego yang berfikir secara Naluriah dan Libido sehingga manusia itu sendiri hilang pikiran rasionalnya padahal disadari ketika mereka berfikir realistis dan nyata namun manusia masih hidup dimulut seseorang lantas bagaimana dengan ukuran sukses yang di idamkan sastrawan Nirwan Dewanto pada Buku Kaki kata di setiap harinya mengimpikan sang penyair mati? Lantas dia akan sukses jika penyair mati? Dengan akal logika yang berdasarkan empiris beliau saya melihat bahwa lebih mengutamakan akal sehatnya dengan menganalisis puisi penyair yang akan gugur bila sekadar bayangan bagi penyair. Adapun fakta tersurat dalam bukunya bahwa Nirwan Dewanto tidak dapat membunuh para penyair, mungkin hanya mampu melupakan mereka, atau menempatkan mereka ke pojok panggung yang paling gelap.
Kesimpulan yang bisa saya dapat dari tulisan prosa ini manusia harus membaca teori Stoikisme atau stoa yang dipelopori Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius yang mengkaji kebahagiaan yang bisa dikontrol seperti kita harus bahagia tidak terlahir dari rahim seorang pengusaha kaya.
 Di era sekarang mulut orang menjadi tolak ukur kesuksesan padahal kunci sukses itu sendiri ada pada kebahagian yang ada di batin masing-masing kita manusia.

Arfan Fauzan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline