Abstrak
Penelitian ini dilakukan pada peserta didik di jurusan Bisnis Digital kelas X, yang secara umum sama sekali belum memahami kompetensi soft selling. Soft selling merupakan suatu seni dalam melakukan penjualan dengan teknik persuasif yang halus, tidak terkesan menekan, dan mengarahkan konsumen secara langsung untuk membeli. Kompetensi ini (hard selling) semestinya diimbangi dengan kompetensi soft selling, strategi promosi digital kini mengalami pergeseran (shifting), konsumen saat ini cenderung tidak terlalu menanggapi pendekatan hard selling, karena minat beli dan keputusan pembelian konsumen lebih didorong oleh kepercayaan kepada merek, etika dan bagaimana penjual memperlakukan konsumen. Inilah alasan mengapa penelitian ini dilakukan, peneliti tertarik dalam memberikan pendekatan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi soft skills (soft selling) peserta didik melalui pelatihan yang menarik disertai dengan audisi soft selling yang pengharapannya pada hasil akhir peserta didik mampu menciptakan video demonstrasi atau praktik soft selling sesuai ide kreatif mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan observasi partisipatif yang aktif. Observasi partisipatif terbagi menjadi empat kelompok, yakni partisipasi pasif, partisipasi moderat, partisipasi aktif, dan partisipasi lengkap. Observasi menjadi pondasi utama pengetahuan, dan dengan melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan ekstrakulkulier sehari-hari di SMK Negeri 1 Jombang, melalui observasi partisipatif, penulis dapat memahami lebih dalam proses sistem pemasaran produk di sekolah tersebut. Laporan dari penelitian ini menjelaskan bahwa strategi marketing menjadi strategi yang efektif untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan brand awareness SMK Negeri 1 Jombang di era digital saat ini. Dengan memanfaatkan platform media sosial yang relevan seperti Tiktok, Instgram, dan media sosial lainnya, sekolah bisa menjangkau audience potensial yang lebih luas dan menciptakan keterlibatan yang lebih baik dengan mereka. Penerapan sosft selling dan hard selling melalui video konten di media sosial menjadi kunci untuk meningkatkan brand awareness dan mencapai tujuan pemasaran dalam berbisnis. Dalam kesimpulannya, penerapan tehnik soft selling dalam mempromosikan produk di sosial media terhadap peningkatan penjualan produk dan brand awereness memiliki peran yang penting dalam strategi pemasaran online, serta membangun hubungan yang kuat dengan calon konsumen. Konten yang relevan, menarik, dan memiliki nilai tambah harus menjadi fokus dalam upaya branding melalui media sosial.
Kata kunci: soft selling, pemasaran produk, media sosial, brand awareness
Pendahuluan
Revolusi industri 4.0 membuat kita hidup berdampingan dengan teknologi, mengubah bagaimana ekonomi berjalan sekaligus mengubah perilaku masyarakat. Akibat dari konektivitas dan keterbukaan informasi, membuat siapa saja dimanapun menjadi semakin terhubung sehingga membuat perilaku pasar menjadi sangat berbeda. Seperti yang terjadi saat ini di media sosial yang merupakan salah satu wadah untuk menyalurkan strategi komunikasi pemasaran. Perusahaan dapat memasarkan produknya dengan menjangkau target konsumen yang lebih luas dan efisien.
Strategi pemasaran yang cukup populer saat ini yang dikenal sebagai konten soft selling, telah muncul sebagai pendekatan yang efektif dalam mempengaruhi minat beli konsumen (Fajarrizka, 2024). Soft selling merupakan suatu seni dalam melakukan penjualan dengan teknik persuasif yang halus, tidak terkesan menekan, dan mengarahkan konsumen secara langsung untuk membeli. Secara umum, pakar dan praktisi periklanan, serta konsumen, berpendapat bahwa "soft selling" (penjualan secara lunak) lebih halus dan tidak langsung, sedangkan "hard selling" (penjualan keras) mengacu pada pendekatan penjualan yang lebih langsung, dengan fokus mendorong penjualan cepat (Okazaki et al., 2010). Penggunaan soft selling akan menimbulkan respon afektif yang lebih positif dibandingkan daya tarik rasional atau hard selling sehingga dapat meningkatkan tingkat pembelian (Wijayanto et al., 2022). Pola komunikasi dalam iklan secara sederhana dibagi menjadi dua, yaitu hard selling dan soft selling. Hard selling identik dengan pola komunikasi langsung yang ditunjukkan secara eksplisit melalui promosi secara verbal maupun visual. Biasanya diterapkan untuk promosi jangka pendek. Sedangkan soft selling menggunakan pola komunikasi tidak langsung yang berfokus untuk menjalin kedekatan emosi dengan audiens dan ditujukan untuk promosi jangka panjang dan berkelanjutan (Indah Kurnia Dewi et al., 2022). Menurut Budiman Hakim, soft selling menyampaikan iklan secara lembut dan elegan, di mana brand tetap tampil sebagai pemeran utama dan menjadi bagian terpenting dari cerita (Indah Kurnia Dewi et al., 2022).
Pada studi awal berdasarkan observasi serta pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis di SMK Negeri 1 Jombang, pada kelas X Program Keahlian Bisnis Digital di tiga rombel pada semester ganjil (bulan Oktober, 2023) hingga semester genap (bulan Februari 2024), melalui kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) I di semester ganjil dan dilanjutkan PPL II semester genap, pada program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan Gelombang 1 Tahun 2023, mengidentifikasi peserta didik ketika menjual produknya di lingkungan sekolah, yang merupakan program rutin dengan metode berkelompok, serta bergilir bagi seluruh peserta didik di jurusan Bisnis Digital kelas X, secara umum sama sekali belum memahami kompetensi soft selling seperti apa yang mesti mereka kembangkan untuk menjawab tantangan zaman di era globalisasi saat ini dan masa akan datang, demi bersaing di dunia bisnis digital. Itu terbukti ketika siswa menawarkan/menjual produknya kepada masyarakat di lingkungan sekolah, dan juga kepada sipeneliti, dengan cara langsung, memaksa, bahkan terkadang mereka tiba-tiba datang menyodorkan produknya, meyebut harga, dan berdiri, tinggal menunggu konsumen membeli produk itu. Padahal konsumen membutuhkan perlakuan yang beretika, hal ini terkesan sangat tidak kompeten dan tidak professional menurut sipeneliti. Lebih jauh lagi terkait observasi serta pengamatan yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 05, Maret 2024 di SMK Negeri 1 Jombang pada kelas XII Bisnis Daring dan Pemasaran dalam pelaksanaan UKK (Ujian Kompetensi Keahlian) di semester genap, mengidentifikasi peserta didik ketika mempraktekkan kegiatan Personal Selling; mempromosikan produknya hanya berfokus dengan rana hard selling saja, tanpa mempertimbangkan rana soft selling, seperti ketika mempromosikan hasil produk mereka, cara atau pendekatan yang digunakan terkesan memaksa konsumen untuk menanggapi produk mereka, bahkan terkesan kaku ketika melakukan promosi (Arfandi Akbar, 2024).
Pada kenyataannya pemasaran dalam dunia media sosial, soft selling merupakan pendekatan persuasif yang sangat jitu menyentuh minat konsumen. Soft selling merupakan bentuk kompetensi soft skill dalam mempromosikan atau menjual sesuatu dengan tanpa kesan memaksa atau seperti ketika menjual sesuatu tapi tidak menjual sesuatu itu dengan menawarkan langsung kepada konsumen; dilakukan dengan demo atau perilaku persuasif kepada konsumen dengan halus, biasanya teknik soft selling mempengaruhi konsumen dengan cara tidak langsung menawarkan atau menjual produk, namun teknik tersebut sebenarnya secara tidak sadar, minat konsumen telah dipengaruhi untuk memiliki produk tersebut dengan cara persuasif atau halus (Teknobie, 2018).
Mengembangkan soft skills peserta didik dalam proses belajar, sudah seharusnya menempuh berbagai metode dan strategi pembelajaran. Kegiatan pembelajaran bukan hanya terpaku pada kegiatan teori dalam kelas, namun juga berinovasi pada kegiatan-kegiatan praktik yang berdasarkan kompetensi atau talenta peserta didik yang sesuai karakter lingkungan: baik lingkup sekolah maupun lingkup masyarakat disekitarnya. Selain pembelajaran yang dalam penerapannya pembelajaran di ruang teori dan ruang praktik, peserta didik juga perlu mengembangkan pengalaman belajarnya melalui kegiatan-kegiatan eksrakurikuler, kokurikuler, LKS, maupun kegiatan pengembangan talenta lainnya yang dapat meningkatkan soft skills peserta didik.
Oleh karena itu peneliti tertarik dalam memberikan pendekatan proses pembelajaran yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi soft skills (soft selling) peserta didik melalui pelatihan yang menarik dan dapat mewujudkan beberapa inovasi-inovasi baru yang kompeten, memiliki daya saing yang berkarakter yang mampu menjawab tantangan zaman di era globalisasi sekarang dan masa akan datang. Dengan melaksanakan pelatihan, disertai dengan audisi soft selling yang pengharapannya pada hasil akhir peserta didik mampu menciptakan video demonstrasi atau praktik soft selling sesuai ide kreatif mereka.