Lihat ke Halaman Asli

Mimpi Jadi Bupati

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabupaten  tempat saya lahir dari jaman penjajahan Belanda sudah amat terkenal sebagai daerah penghasil minyak di Pulau Sumatera. Jalannya mulus walaupun jalan proyek, pengunaan listrik suka-suka dan air bersihpun berlimpah. Jangan sebut infarstruktur  lainnya, Sekolah SD - SMA, rumah sakit lengkap, bahkan kalau ada pejabat dari propinsi atau kabupaten lain dirawat dengan fasilitas nomor satu.

Kondisi  ini berangsur-angsur makin meredup seiring dengan menurunnya kapasitas produksi minyak dan gasnya. Sehingga kata orang yang dulu menikmati , sekarang ini kondisinya bagai bumi dan langit walau masih tetap lebih baik dari daerah lain.

Dulu sempat terpikir, bisahkah suatu  saat  saya  menjadi  orang nomor satu di kabupaten tempat  lahirku ini, rasanya tidak mungkin terjadi. Dan reformasi telah mewujudkan impian masa lalu. Dengan semangat berbakti dan  berkat bantuan kerabat serta para " sahabat " yang kebetulan menjadi pengusaha (putih bahkan hitam) semua urusan menjadi sangat mudah dilalui. Resmilah menjadi Bupati yang terhormat (photo profil kayaknya cocokkan ).

Menjadi Bupati yang jauh dari Jakarta ternyata sangat memuaskan, semua serba nomor satu bahkan sholat di mesjidpun sudah diatur. Protokoler dari kamar  sampai kantor, dimanapun selalu menyertai sesuai jadwal kegiatan bahkan  buka pintu mobilpun tak sempat, tahunya tinggal duduk dan senyum.

Kalau sebelumnya selalu bebas tanpa ada yang mengatur, perubahan tatacara berkomunikasi dan jadwal kegiatan dari subuh sampai larut malam  pada minggu kedua seolah-olah menjadi neraka. Jadwal kegiatan yang sudah diatur  bahkan kadang -kadang saya tidak tahu ada acara apa dan dimana, harus tetap dilaksankan. Ironinya ketemu istri dan anakpun menjadi susah.

Sampai 3 bulan pertama sebagai Bupati, serasa  masih demam panggung. Masih belum terfkirkan apa yang  harus dilakukan. Hari-hari awal masa jabatan hanya diisi oleh kegiatan silaturahmi ke gubernur, silturahmi dengan Muspida, tokoh masyarakat, pemuda dan LSM. Kalau dengan para pendukung jangan ditanya mereka selalu sudah menunggu dari pagi sampai malam diruangan lain tentunya.

Akhir bulan ketiga barulah saya tahu ada yang harus segera saya kerjakan, perlahan tapi pasti semua SKPD menjadi kotributor yang baik dan siap dimarahi karena saya sudah mulai merasa mengerti masalah yang harus dikerjakan. Semua SKPD segera rapat dan menyusun program yang harus disampaikan untuk disahkan oleh Anggota Dewan menjadi APBD-P, sedangkan APBD murni memakai anggaran lama karena  pelantikan Bupati tertunda menunggu fatwa MK dan KPU akibat protes dari patina yang kalah. Itupun menjadi berkah sehingga bisa belajar lebih lama, atas info yang dibisikan dari para staf ahli dan staf pribadi tentunya.

Baru saya tahu , ternyta  dalam penyusunan DUP  yang disusun  SKPD,  sebagian besar adalah masukan dari keluarga, anggota dewan  dan sahabat yang  membantu financial pada waktu kampanye. Sebagian besar mereka adalah para politisi dan pengusaha anggota asosiai tertentu.  Rasanya memang kalau tanpa bantuan politik dan keuangan mereka mustahil jadi Bupati.

Dengan sedikit penekanan dan arahan,  semua SKPD serta Asosiasi yang terlibat dalam kegiatan semua bisa dikondisikan dan diakomodir, semua senang dan kebagian jatah proyek.  Saya juga dibisiki  Ketua Panitia Lelang yang bersertifikat resmi bahwa semua sudah diatur dan sudah biasa. Toh kalau ada temuan ( istilah tim lelang) yang diperiksakan adminstarsinya yang lain seperti biasapun telah diatur. Anggota Dewan, Inspektorat dan teman lainnya sudah dikondisikan dan lelangpun  dimulai, dengan pemenang sesuai scenario yang  sudah diatur dan tentu "setoran" sudah mulai masuk.

Beruntung  jadi Bupati yang berbatasan dengan Ibukota propinsi, ternyata banyak "masukan" yang tidak semuanya dimasukan ke PAD, ataupun bila dimasukan ke PAD toh yang mahalkan ijinnya. Puluhan titik billboard segera menanti, ratusan tower komunikasi  dari berbagai provider menunggu untuk memberi kenang-kenangan begitu pula saat  pembebasan lahan untuk perumahan.  PAD meningkat pendapatan pribadi juga meningkat dengan sendirinya. Pantas patina enggan melepas jabatan dan banyak yang kepengen jadi Bupati. Sebenarnya masih banyak pendapatan yang bisa didapat  Bupati, kalau diuraikan disini rasanya perlu banyak halaman dan bisa dijadikan bahan persoalan  LSM, Jaksa dan KPK untuk memeriksa kolega bupati lainnya .

Tanpa terasa tahun pertama sebagai Bupati sudah terlewatkan , rasanya 24 jam tidak cukup untuk bersuka. Kenyamanan jabatan tidak berlangsung lama,  karena saya putra daerah asli yang dan satu-satunya dari keluarga yang menjadi pejabat, maka banyak ninik mamak dan keluarga besar, saking sayangnya  selalu memberikan informasi postif dan negative serta  semua bisik tetangga dan isu akhirnya terdengar juga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline