Lihat ke Halaman Asli

Pejuang atau Pengemis Cinta

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki itu rela menebalkan mukanya, agar acara “penembakan” terhadap sang gadis (target) dipublikasikan oleh stasiun televisi swasta dan ditonton oleh seluruh ABG di tanah air. Mulai dari pengaturan strategi, persiapan acara puncak hingga “penembakan”, semua terekam menjadi reality show yang medan merendahkan martabat kaum lelaki. Bagaimana tidak, si lelaki sampai rela mengeluarkan uangdalam jumlah besar _ yang jikadiberikan kepada kaum dhuafa pasti akan sangat bermanfaat_ demi membuat acara itu semeriah dan seromantis mungkin buat mereka. Padahal, para budak saja tidak sampai seperti itu, mereka hanya berkorban tenaga dan tidak kedua-duanya (harta dan tenaga)

Acara lain malah lebih meneyedihkan. Sang lelaki korban cinta melaporkan penyelewengan kekasihnya untuk di TV-kan. Ia buntuti gerak-gerik si gadis dari pagi hingga malam sampai terbukti bahwa memang kekasihnya itu mendua. Tidakkah itu hanya mempermalukan diri sendiri?. Dengan bangga dan tidak dibayar, si lelaki mempublikasikan aib dirinya, seolah-olah perbuatannya adalah perbuatan terhormat dan memiliki nilai dan makna histories, perbuatan pria pejuang.

Pejuang?

Kata Aa Gym. “Pejuang adalah orang yang mampu berkorban bagi orang lain tanpa kenal lelah, tanpa istirahat dan tidak mengharapkan balasan apa-apa.” Ya, mereka memang berkorban untuk orang lain dan tanpa istirahat, tapi bukankah mereka mengharapakan balasan untuk yang diperjuangkannya, yaitu sekedar pengakuan atau kata cinta dan saying (sebagai hasil yang tidak sebanding dengan apa yang telah dikorbangkan oleh para pejuang cinta itu)? Lalu dimanakah izzah (harga diri) kaum adam yang di dalam kitab suci Quran disebutkan bahwa mereka adalah pemimpin bagi kaum perempuan? Tayangan itu memperlihatkan kenyataan bahwa lelaki bukan saja telah dipimpin oleh kaum perempuantetapi juga telah mengambil posisi untuk diperbudak kaum hawa.

Saya tidak bermaksud mendiskreditkan orang atau pihak tertentu, namun apa yang terjadi bila hal seperti ini menjadi tren, bahkan membudaya dikalangan pemuda Islam? Apa yang terjadi jika aktivitas semacam itu terus difasilitasiu oleh stasiun televisi yang kian berani manampilkan acara tidak berkualitas, yang berorientasi kepada komersialisme dan hedonisme? Apa yang terjadi jika para pemuda sebagai ujung tombak perjuangan dakwah Rasulullah disibukkan dengan hal yang sia-sia, yang hanya mengangan-angankan roman picisan belaka?

Jatuh cinta tidak dilarang, karena itu adalah fitrah manusia. Namun, sebagai mukmin, kita harus bisa membingkainya agar cinta terhadap makhluk-Nyabisa menjadi wujud dari cinta kita terhadap-Nya. Caranya? Dengan pernikahan yang agung, yang telah disyariatkan tata caranya dalam islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline