Lihat ke Halaman Asli

Mega Ayu

Perfect in Imperfect

Lembar Kedua

Diperbarui: 14 Desember 2021   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu, dia pernah memulainya di sini. Kini tempat itu sepi, kosong tanpa menyisakan jejak sedikit pun. Tetapi, siapa yang sangka bahwa di kekosongan itu justru menjadi tempat yang amat ia rindukan. Tempat yang selama ini bisa membuatnya sembunyi dan berlari tanpa orang tahu.

Tempat yang ternyata membuatnya kembali  pulang untuk mencari kebahagiaan, ah bukan.. barangkali bukan kebahagiaan tetapi kenangan. Ya, tempat untuk menyusuri segala kenangan yang dulu pernah singgah. 

"Aku hilang arah," ucap perempuan itu lirih. "Tapi aku tahu, kamu menungguku." lanjutnya sembari menghempaskan nafas panjang.

"Ku pikir kamu sudah hilang entah kemana." sahut lelaki itu dengan senyum tipis. "Hebat juga ingatanmu untuk menemukan jalan ke sini."

"Aku hampir menyerah."

"Dengan kehidupanmu?"

"Bukan. Menyerah untuk mencari jalan ke sini."

"Bukan dengan kehidupanmu?"

Rasanya berbohong dengannya pun tak ada guna. Dia satu-satunya sosok yang bisa membaca segala situasi. Dia selalu bisa menebak apa yang terjadi. 

"Hmm, kenapa bertanya seperti itu?"

"Kalau tidak begitu kamu tidak mungkin ke sini, kan?"

"Apa bagimu, kamu hanya tempat pelarian?"

"Lalu apa namanya? sudah sepuluh tahun lebih kamu pergi dan tiba-tiba kembali. Kenapa?"

"Bisakah kamu sedikit manis menyambutku? Aku benar-benar lelah dengan perjalanan ini. Harus mengingat setiap alamat dan mencari berbagai macam kunci untuk bisa masuk ke sini."

Dia membalikkan badannya dan mulai berjalan menjauh tanpa kata. Hal itu sama sekali tidak membuat lega, tetapi justru membuatku merasa bersalah. 

"Mau kemana?" tanya perempuan itu setengah berteriak.

"Kamu sendiri mau cari apa di sini? Sudah tidak ada apa-apa lagi di sini. Semuanya sudah kamu buang, tidak ada apa-apa lagi di sini."

"Aku tidak mencari apa yang sudah hilang. Aku ingin memulainya kembali."

Lelaki itu menghentikan langkahnya tiba-tiba, dan menoleh ke arahku dengan tatapan tajam. Aku menundukkan pandangan, takut jika tiba-tiba ia menghardikku. 

Aku tahu, dia memang terlihat paling cuek dan sok tidak peduli dengan cerita-ceritaku. Tetapi, dia jugalah yang paling setia untuk menungguku pulang bahkan hingga bertahun-tahun. 

"Apa aku tidak salah dengar?"

Aku menggeleng. Tentu saja tidak salah! Memangnya ada orang lain yang bersuara hingga dia tidak mendengar suaraku?

"Baguslah. Semoga bukan hanya pelampiasan. Dua tiga hari datang, lalu menghilang hingga ribuan abad."

Aku menggeleng lagi. Oh Tuhan, bisakah dia tidak mengintrogasiku di saat seperti ini? Perjalanan yang melelahkan ini sudah menyita waktuku. Pun saat ini rasanya aku belum bisa menuangkan segala apa yang ada di pikiranku. Bisa masuk ke sini pun rasanya aku sudah hebat karena harus mengingat detail setiap persoalan yang ada. Persoalan-persoalan yang sebenarnya ingin aku lupakan hingga waktu yang entah.

Ketika sedang sibuk dengan isi kepalaku, tiba-tiba dia berjalan mendekat dan memelukku.

"Welcome! It's your home."

Terima kasih, sudah memberikan lembaran yang kedua. Aku akan berusaha untuk merajut mimpi baru di sini.





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline