Rabu, 17 April 2019. Pagi itu saya bersama seorang tetangga berniat berolahraga kecil mengelilingi wilayah RT kami. Tetangga saya ini seorang wiraswata yang bergerak di bidang jasa pengiriman kargo di kota kami. Jogging dengan sesekali berjalan, dan berhenti untuk kemudian bercakap-cakap dengan tetangga yang kami jumpai. Bercakap-cakap apa saja, tetapi pagi itu lebih banyak tentang perhelatan yang akan berlangsung mulai jam tujuh pagi itu. Pemilihan Umum serentak.
Ketika kami bercakap-cakap, tetangga kami yang menjadi salah satu petugas KPPS menyapa sembari berjalan berangkat menuju tempat pemungutan suara (TPS). Dengan mengenakan baju lurik dan blangkon pada kepalanya, Bapak petugas KPPS ini bergegas penuh semangat menuju TPS. Pukul enam pagi waktu itu.
Setelah anggota-anggota KPPS sarapan di rumah salah satu warga dekat dengan lokasi TPS, satu jam kemudian pemungutan suara dimulai. Proses pemungutan suara di TPS kami telah berakhir pada sore hari, tetapi proses penghitungan dan rekapnya hingga pukul tiga dini hari. Di TPS lain dekat dengan lokasi TPS kami, kami mendengar proses pasca pemungutan suara hingga pukul sepuluh pagi, hari setelahnya.
Di RT kami terdapat satu TPS, dan berada di jalan utama kompleks kami. Dua hari sebelumnya TPS ini dipersiapkan, dan sehari setelahnya Bapak-bapak berkumpul di TPS pada malam hari untuk meronda bersama beberapa hansip dan aparat keamanan, memastikan agar tidak ada yang tidak dikehendaki terjadi.
Setelah pemungutan, penghitungan, rekapitulasi, dan penyerahan hasil suara kepada kecamatan selesai, yakni Kamis dini hari, pada Jumat malam kami membongkar tiga terob (tenda/deklit) yang digunakan untuk TPS. Selama tiga hari itu, berita terkait dengan quick count hasil pemilu, klaim kemenangan, tuduhan kecurangan, perseteruan kontestan pemilu, dan bergugurannya petugas-petugas KPPS tampil di media-media lokal ataupun nasional. Rasa dukacita yang mendalam dari kami untuk keluarga KPPS yang ditinggalkan, dan hormat kami kepada semua petugas KPPS.
Hari ini tepat seminggu setelah Pemilu serentak dilaksanakan, berita terkait quick count dan klaim kemenangan sudah mulai surut, meskipun beberapa pihak tetap berupaya menggaung-gaungkan lagi isu tersebut.
Yang sangat mencolok tetap bertahan adalah terkait dengan tuduhan kecurangan, perseteruan kontestan pemilu, dan bergugurannya petugas-petugas KPPS. Tuduhan kecurangan seharusnya akan reda dengan sendirinya dan selesai beberapa waktu ke depan seiring dengan pengumpulan bukti-bukti dan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh pihak-pihak berwenang yang terkait.
Namun, terkait dengan perseteruan kontestan pemilu dan bergugurannya petugas KPPS yang kelelahan, kita hanya dapat berharap dan berdoa semoga sudah berakhir, meskipun di beberapa tempat proses pemungutan suara ulang harus dilakukan.
Kedua hal tersebut, yakni perseteruan kontestan pemilu dan petugas KPPS yang berguguran karena kelelahan, menjadi kontras. Kontestan pemilu memang berniat berkarya di bidang politik, hidup matinya di bidang politik. Berbeda dengan kontestan pemilu, petugas KPPS memiliki bidang karya lain di luar politik, yang dengan adanya pemilu kali ini, mewakafkan dirinya. Lebih jauh dari itu, totalitas keduanya di dalam politik, saya pikir, sukar untuk dibandingkan.
Kontestan pemilu, yang apabila terpilih, akan menjadi wakil-wakil rakyat yang duduk di dalam gedung-gedung perwakilan rakyat, menjadi anggota dewan yang terhormat. Namun demikian, dengan melihat catatan kinerja DPR RI 2014-2019 (Kompas, Selasa 23/04/2019), salah satu fungsi DPR, yakni legislasi, capaiannya tidak begitu menggembirakan meskipun tidak cukup mengejutkan.