Lihat ke Halaman Asli

Thomas Satriya

Sedang mengetik ...

Mengatur Gerakan Spontan-Reaksioner Sukarelawan Politik

Diperbarui: 16 Februari 2019   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kompas (11/2) mencatat sedikitnya terdapat 3.213 organisasi/kelompok sukarelawan dengan beragam latar belakang yang menyemarakkan Pemilu 2019. Di dalam rincian tercatat 1.827 organisasi/kelompok sukarelawan pendukung Jokowi-Ma'ruf, dan 1.386 organisasi/kelompok sukarelawan pendukung Prabowo-Sandi. Jumlah tersebut tersebar di hampir seluruh wilayah di Indonesia. 

Jumlah organisasi/kelompok sukarelawan pendukung Jokowi-Ma'ruf hanya unggul di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jabar (1.643 organisasi/kelompok), sedangkan jumlah organisasi/kelompok sukarelawan Prabowo-Sandi unggul di  delapan wilayah (jumlah tertinggi terdapat di wilayah Sumatera sebanyak 513 kelompok/organisasi dan DKI Jakarta, Banten, dan Jabar sebanyak 432 organisasi/kelompok) dan satu organisasi/kelompok sukarelawan berdasar profesi lintas provinsi.

Apabila setiap organisasi/kelompok beranggotakan sedikitnya 3.000 orang saja (sebagaimana diklaim oleh salah satu organisasi/kelompok sukarelawan "Pepes" (Kompas, 11/2))  jumlah total sukarelawan yang terlibat dalam Pemilu kali ini lebih dari 9,5 juta orang. 

Bagaimana bila ternyata jumlah anggota setiap organisasi/kelompok sukarelawan mencapai ratusan ribu orang sebagaimana diklaim oleh Rustam Effendi Nainggolan yang diyakini mencapai 200.000 anggota (Kompas, 12/2)? 

Jumlah sukarelawan akan sungguh fantastis, melebihi jumlah seluruh penduduk di Indonesia yang sekitar 265 juta jiwa. Namun, perlu diingat bahwa jumlah anggota organisasi/kelompok sukarelawan tersebut hanya sebatas klaim. Dapat benar, tetapi juga sangat mungkin salah. Klaim tersebut harus dipastikan. Dapatkah?

Kesukarelawanan politik sebagai gerakan spontan reaksioner

Ketidakpastian jumlah sukarelawan yang terlibat sesungguhnya menyulitkan organisasi/kelompok sukarelawan sendiri untuk gerakannya ke depan. Pengetahuan tentang jumlah anggota organisasi dapat sungguh-sungguh membantu keterukuran suatu gerakan dalam mencapai tujuan-tujuannya. Tanpa kepastian ini, gerakan suatu organisasi hanya akan didasarkan pada asumsi yang tak terukur.

Tanpa keterukuran dalam prosesnya, pencapaian tujuan-tujuan organisasi hanya dapat dipandang sebagai kebetulan saja. Maka, tanpa dikoordinasikan dan diorganisasikan dengan baik, gerakan sukarelawan-sukarelawan ini hanya dapat disebut sebagai gerakan spontanitas dan reaksioner, alih-alih ideologis, yang muncul dalam satu masa tertentu. Sebagai gerakan yang spontan dan reaksioner, gerakan sukarelawan-sukarelawan ini hanya akan dapat dipahami oleh kelompok kecil saja dan sporadis, terpecah-pecah.

Tidak mengherankan apabila sukarelawan-sukarelawan ini bergerak hanya dalam keadaan-keadaan tertentu dan sifatnya cair. Berbeda dengan partai politik, berpindahnya dukungan satu sukarelawan dari satu calon ke calon yang lain (Kompas, 12/2) tidak diikuti oleh sukarelawan-sukarelawan yang lain.

Menuntut tanggung jawab moral partai politik

Meskipun diklaim menjadi tumpuan dan meningkatkan kemungkinan keterpilihan calon yang diusung oleh partai (Kompas, 11/2), tetapi sebagaimana sifat spontan dan reaksioner dari sukarelawan-sukarelawan tersebut dalam gerakannya, proses peningkatan keterpilihan ini tidak banyak disorot. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline