Sebagai seorang anak yang dibesarkan di pelosok perdesaan di tiga kota Kebumen, Malang, dan Yogyakarta maka suasana desa yang tenang dan damai selalu menjadi angan.
Ketika menjadi guru pun lebih berharap mengabdi di perdesaan. Sekalipun kenyataan selama empat puluh tahun justru menjadi guru di tiga sekolah swasta yang ada di tengah kota Malang. Hanya 100m dan 400m dari titik nol Kota Malang.
Keinginan tinggal di pelosok desa tetap menjadi sebuah impian. Apalagi saat memasuki bangku kuliah terpesona sebuah film seri Little House on the Prairie yang menggambarkan kehidupan keluarga sederhana yang hidup di tepi padang rumput.
The dream come true. Sebagai seseorang yang senang menjelajah alam dan kegiatan budaya tradisional ternyata menemukan jodoh gadis pelosok desa.
Tak mau tinggal bersama orangtua, maka kami membangun rumah kecil di atas bukit dengan huma yang subur. Seperti lagu God Bless: Huma di Atas Bukit.
Wira-wiri sejauh 30 km dari desa ke kota setiap hari untuk bekerja sangat melelahkan.
Pindahlah kami ke sebuah perumahan di timur Malang. Sebuah rumah tipe 36 dengan ladang seluas 90 m2 untuk budidaya anggrek dan sayuran sebagai hobi yang menghasilkan uang.
Tiga puluh enam tahun sudah kami tinggal di sini. Perumahan pinggiran Malang kini menjadi kota kecil yang padat. Hanya komplek kami yang kembali menjadi sepi.