Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Penyebab Rontoknya Toko Buku: Mulai dari Buku Bajakan hingga E-book

Diperbarui: 25 Mei 2023   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toko buku era tahun 70an. | Dokumen pribadi 

Hingga akhir tahun 70an, toko buku adalah toko buku murni. Artinya hanya menjual buku saja. Baik buku pelajaran maupun fiksi dan non-fiksi. Semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan kesadaran akan kebutuhan membaca untuk meningkatkan pengetahuan toko buku bukan hanya menjual buku tetapi juga alat tulis, sekolah, dan kantor. Bahkan majalah, surat kabar, dan perlengkapan olahraga serta musik.

Kesadaran masyarakat saat itu bahwa buku sebagai satu-satunya sumber pengetahuan dan informasi menjadi peluang ekonomi bagi penulis, percetakan, dan penerbit untuk mencetak buku dengan harga murah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Terutama memenuhi buku-buku pelajaran untuk SD, SMP, dan SMA.

Penerbit pun berlomba-lomba mendekati sekolah untuk menggunakan buku yang diterbitkan dengan iming-iming rabat dan fee bagi guru, kepala sekolah, dan sekolah sendiri.

Mulai dari kaos, alat tulis, alat dapur, bahkan beaya transportasi rekreasi guru saat libur semester. Harga buku menjadi melambung. Toko buku pun tertikung. Sepi pembeli.

Dokumen pribadi 

Peluang ekonomi ini juga terbaca oleh percetakan nakal dengan membajak dan mencetak buku murah dengan kualitas bahan yang murah. Toko buku resmi semakin kelimpungan.

Mahalnya harga buku pelajaran terbaca oleh pemerintah, maka sejak kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), buku pelajaran di sekolah disediakan pemerintah secara gratis. 

Percetakan, penerbit, dan toko buku pun kelimpungan bersama karena kehilangan salah satu sumber penghasilan.

Percetakan nakal ternyata masih tetap nakal dengan membajak buku-buku fiksi dan non-fiksi yang laris di pasaran. Mulai dari novel hingga buku sejarah, filsafat, serta sosiologi.

Toko buku semakin kembang kempis. Hidup enggan mati tak mau. Merana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline