Acara buka bersama mulai saya kenal sekitar awal tahun 80an kala itu mewakili kepala sekolah yang mendapat undangan dari beberapa pejabat daerah. Seperti walikota dan kepala dinas yang kantornya memang hanya berjarak tak lebih dari satu kilometer dari tempat mengajar.
Acara buka bersama diadakan di rumah dinas atau salah satu ruangan sebuah kantor. Acaranya pun sederhana, setelah sholat magrib dilanjutkan makan bersama dengan menu sederhana. Kadang pulang mendapat amplop berisi uang 5 atau 10 ribu rupiah. Lumayan. Entah untuk yang mempunyai kedudukan lebih tinggi mendapat sangu berapa.
Awal tahun 2000, undangan buka bersama sering saya dapat secara pribadi mulai dari anggota legislatif, pejabat daerah, suplyer dan pemilik toko bahan bangunan, dan juga kontraktor. Juga perusahaan penerbitan.
Di sinilah mulai saya kenal bahwa acara buka bersama bukan sekedar makan bersama tetapi lobi untuk menggunakan jasa dan produk mereka.
Memang pada saat buka bersama tidak ada pembicaraan tentang secara khusus produk dan jasa yang ditawarkan selain acara santai sambil makan.
Acara buka bersama bukan hanya diadakan di kantor tetapi di rumah makan atau kafe dengan jumlah undangan terbatas.
Pengenalan produk biasanya dilakukan beberapa hari sebelum atau sesudah acara buka bersama dengan mengutus sales atau bagian pemasaran.
Selain itu masih dilanjutkan dengan pengenalan produk di sebuah rumah makan atau kafe dengan door prize menggiurkan sekali pun yang diundang terbatas.
Kelihaian dalam berbicara para utusan yang mungkin telah belajar psikologi membuat sulit atau pekewuh untuk menolak tawaran produk mereka sekali pun lebih mahal.