Beberapa tahun terakhir saya mendapat undangan, setidaknya lima kali untuk ikut perayaan atau lebih tepatnya pesta Halloween. Semuanya tidak pernah saya hadiri dengan alasan tidak bermanfaat sekali pun hanya untuk bersenang-senang. Apalagi harus memakai kostum yang menggambarkan sesosok hantu atau yang menakutkan. Sekali pun saya punya beberapa topeng tari yang menggambarkan tokoh yang antagonis.
Kadang saya berpikir dan bertanya dalam hati mengapa mereka mengadakan pesta Halloween kok tidak mengadakan pertunjukan Ki dan Nyi Putut atau tari Nini Thowok saja yang merupakan seni tradisional Jawa.
Ada yang berpendapat permainan Ki dan Nyi Putut serta Nini Thowok itu menakutkan karena bisa mengundang lelembut, setan, hantu, dan sejenisnya.
Ketidaktahuan akan seni tradisional yang sebenarnya menghibur menjadi sesuatu yang menakutkan.
Banyak seniman dan pemerhati budaya sering ingin menampilkan permainan Ki dan Nyi Putut dan Nini Thowok secara terbuka, tetapi selalu dihalangi oleh sebagian masyarakat yang menganggap permainan ini sesuatu yang berbau klenik.
Permainan Ki dan Nyi Putut terakhir oleh sekelompok seniman Malang di gedung Dewan Kesenian Malang pada 2009 yang disiarkan oleh sebuah stasiun televisi lokal.
Permainan atau tari Nini Thowok dikenalkan lagi oleh Didik Nini Thowok pada tahun 80an lewat TVRI stasiun Surabaya. Sehingga mengharumkan nama Didik Nini Thowok.
Mungkinkah seni tradisional Nusantara yang sebenarnya menghibur tetapi tampaknya seram dan menakutkan bisa dipentaskan lagi secara terbuka?
Pada tahun 60-70an permainan Jelangkung yang sebenarnya berasal dari daratan China pernah populer di kalangan masyarakat. Termasuk anak-anak. Sedang permainan Ki dan Nyi Putut serta Nini Thowok masih pernah terlihat dimainkan masyarakat sekitar Desa Precet, Tumpang dan beberapa desa di selatan Malang.