Setiap orang selalu ingin berbuat kebajikan bagi sesama dengan cara berbeda sesuai dengan kemampuan dan keadaan yang melekat pada diri mereka masing-masing.
Seorang dokter bisa saja memasang tarif tetapi banyak juga yang memberi pelayanan gratis termasuk obat ketika ada pasien yang tidak mampu. Setidaknya pernah penulis alami pada 38 tahun lalu saat mengalami pembengkakan kelenjar getah bening. Dokter menawarkan operasi dan pengobatan gratis mengingat penulis hanya seorang guru SD.
Banyak pula, kaum profesional atau saudagar kaya yang karena kesibukannya tidak bisa meluangkan waktu untuk berbagi kebahagiaan bagi sesama namun mau menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka yang membutuhkan.
Ini juga dirasakan penulis saat menjadi katekis (pembina iman umat Katolik), sering dititipi untuk berbagi pada panti asuhan, panti jompo, dan keluarga pra sejahtera. Sumbangan bukan hanya dalam bentuk uang dan sembako, tetapi juga pakaian, kasur, alat masak, dan alat tulis.
Kebajikan memang bukan hanya memberi bantuan materi. Ada juga bantuan berupa perhatian dan empati bagi sedang merasakan kesedihan dan dukacita. Mengunjungi dan mendoakan mereka yang sakit serta melayat sesama ketika sedang berduka cita.
Bagi masyarakat perdesaan dan pinggiran, bukan hanya materi dan finansial yang bisa diberikan untuk melakukan sebuah kebajikan. Bisa juga berbagi tenaga. Misalnya, gotong royong menggali pondasi atau memasang atap rumah. Kegiatan ini disebut: saya.
Ada juga berbagi tenaga saat ada satu keluarga yang akan mengadakan pesta khitanan atau perkawinan. Kegiatan ini disebut biada bagi kaum perempuan dan nyinoman bagi kaum pria.