Berdasarkan data BPS, impor sereal atau biji-bijian, (gandum, jagung, kedelai, dan sorgum) nasional menduduki urutan ketujuh dengan nilai 3,02 milyar US$. Sebesar 1,6 milyar US$ di antaranya untuk mengimpor gandum.
Gandum sebenarnya bukan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia, namun gencarnya iklan hasil produk olahan seperti kue, roti, dan mie membuat kebutuhan akan gandum terus meningkat.
Pemerintah lewat Kementerian Pertanian sebenarnya telah berusaha mengurangi impor gandum dengan mengenalkan budidaya gandum kepada masyarakat. Namun banyak petani yang kurang tertarik dengan alasan secara ekonomi kurang menguntungkan.
Desa Ngadas, kabupaten Malang yang ada di lereng Bromo merupakan salah satu wilayah yang gagal dalam pengembangan budidaya gandum. Seperti yang pernah saya tulis di sini.
Wilayah Tosari, kabupaten Pasuruan yang juga berada di lereng Bromo mungkin satu-satunya wilayah di Indonesia yang berhasil dalam mengembangkan budidaya gandum. Luas lahan pertanian gandum di Tosari sekitar 17 ha.
Membaca besarnya impor gandum sedemikian besar, beberapa ahli pertanian berusaha mengembangkan tepung pengganti terigu.
Salah satu di antaranya adalah Achmad Subagio guru besar Fakultas Teknik Pertanian Universitas Negeri Jember dan alumnus Osaka Prefectures University terpanggil mengembangkan tepung singkong yang diberi nama Mocaf singkatan dari Modified Cassava Flour.
Sekali pun tepung singkong atau Mocaf ini berupa butiran seperti beras namun bisa juga dijadikan tepung sebagai bahan baku kue dan mie. Mocaf beda jauh dengan tepung topioka baik dalam rasa maupun tekstur.