Masyarakat sekitar desa kami menyebut tanaman ini sebagai apu-apu. Ada juga yang menyebut kayambang dari kata kayu ambang walau pun jauh bentuk seperti kayu. Mungkin karena saat kering warnanya coklat kekuningan seperti potongan kayu lapuk yang mengambang. Dalam pelajaran biologi disebut Pistia stratiotes.
Tanaman yang bersifat gulma atau pengganggu tanaman pokok di sawah ini, biasanya tumbuh subur di musim hujan seperti saat ini. Apalagi ketika lahan mulai basah, maka apu-apu ini akan segera tumbuh subur sekali pun pada saat musim kemarau sudah kering dan tampak mati.
Rupanya ketika diambil dari sawah lalu ditempatkan di pematang sawah oleh petani yang matun atau membersihkan sawah dari gulma, tanaman ini belum mati sebenarnya karena masih ada sisa-sisa air di pematang.
Hanya dalam semalam, ketika sawah mulai tergenang sepenuhnya karena hujan apu-apu seluas sekitar 1m bisa berkembang menjadi 2-3m. Bisa dibayangkan jika ada kayuapu seluas 3-5m yang terbawa oleh saluran irigasi yang mengalir saat hujan maka 1-2 hari selanjutnya bisa memenuhi sepetak sawah seluas 10 x 20m.
Inilah yang menjadi beban tambahan petani untuk mengolah sawah meningkatkan produksi. Memang ada herbisida untuk memusnahkan gulma ini. Tetapi penggunaan herbisida di musim hujan sangatlah sia-sia. Sebab herbisida atau racun tanaman akan terbawa oleh air.
Apu-apu atau kayambang dianggap sebagai gulma karena akar yang panjang hingga 12 cm akan menyerap banyak zat hara yang dibutuhkan tanaman padi. Banyak akar dan panjangnya akar bisa mempercepat pertumbuhannya sehingga bisa menguasai sawah dan mengalahkan tanaman padi.
Ditambah lagi bila tumbuh subur bentangan lebar daun bisa mencapai 10cm yang akan menghalangi jatuhnya pupuk ke tanah yang diperlukan padi di masa pertumbuhan.